KAMU CANTIK
Kau membuatku selalu rindu
menunggu waktu hingga lelahku.
Jinak-jinak merpati sifatmu,
lincah manja perbawaanmu
itu justru yang kusuka darimu.
Lama kunanti kabarmu hingga sore hari,
kau tak nampak meski mentari telah pergi,
atau mungkin kau kan hadir malam ini ?
berangkulan bersama rembulan malam,
menghampiri si pemuja hati.
Ku minta padamau dengan lirih,
cukuplah kau datang sendiri
tak perlu berpautan
dengan sang rembulan,
karena wajahmu cukup rupawan.
Kuyakin rembulanpun iri
akan keelokkan parasmu.
Aku di sini setia menunggumu
hingga tak berbatas waktu.
Kamu adalah perempuanku,
dan jujur kusuka padamu…
kau tak perlu menjawab ya atau tidak,
karena aku tak butuh itu.
Aku hanya jujur padamu,
tentang tulus rasa ini,
rasa yang sulit kuungkap dengan kata-kata
melainkan untaian doa,
besar harapku,
kamu dan aku semoga menyatu
meski hanya dalam ruang dan waktu
yang tak menentu.
Rumah Penjara,
21 Agustus 2019
“Cinta Platonis”
Karya Sang Gembala (RM)
PECUNDANG SEJATI
Benar saja pikir ku ini,
kau memang bukan manusia bijaksana,
kau benar-benar pecundang
atau mungkin saja
manusia setengah binatang.
Empat masa berlalu
kau tak berani menatapku,
jangankan kau hadir tuk mengungkap tabir,
menghampiriku saja kau tak mampu.
Jika begitu adanya,
untuk apa kau mendusta kata-kata hampa,
menebar isu seolah kau tertipu,
kau tebar jala muslihat jahat ditepian lautan,
kau lupa akan pijakan,
tebing curam mengancam
siap menelanmu kapanpun Tuhan mau.
Sekali lagi kutegaskan kepadmu
bahwa kau memang penguasa
bermental pecundang.
Kau korbankan kebebasan mereka
yang ikhlas menebar kebaikan
di Tatar Wiratanudatar,
kau hinakan mereka
dengan kuasa semu mu itu,
kau kira kau menang
dan akan Berjaya selamanya.
Kau salah besar kau tetap pecundang
dan selamanya akan
tetap menjadi pecundang.
Kami disini
dalam kubur lumpur yang kau timbun
adalah pejuang dan selamanya
akan tetap menjadi pejuang.
Rumah Penjara,
21 Agustus 2019
“Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)
AKU DAN TUHAN
Aku percaya Tuhan itu ada,
bukan karena ia mencipta segala,
melainkan ia kuasa untuk menjadikan
dirinya untuk ada.
Ada dengan sendirinya
karena Tuhan
maha kuasa,
tak perlu mencipta
apa yang kita maknai sebagai
tanda dan penanda, sebagai pertanda
bahwa Tuhan memang ada.
Ada adalah segala apa
yang dapat didefinisikan, bisa diidentifikasi
dan dapat pula diwacanakan.
Aku, kamu, dan mereka
ada dalam ketiadaan.
Tiada dalam keadaan,
kita dilahap oleh sang waktu
pada akhirnya dan tiada pada awalnya.
Aku, kamu dan mereka
adalah kreasi Tuhan yang paling sempurna,
tiada dengan sendirinya,
melainkan senggama menjadi perantara,
dua tubuh menjadi satu, dua rasa menjadi satu,
dua jiwa menjadi satu, kita semua satu dalam
dua,
dua dalam satu dan itu yang menjadi pertanda
bahwa Tuhan memang ada.
Aku, kamu, dan mereka…
mahluk Tuhan yang katanya paling sempurna
sekaligus menjadi paling hina,
kita manusia tercipta
dari satu bahan yang sama,
aku adalah air,kamu adalah air,
mereka semua adalah air,
kita semua adalah air pada bentuk
dan wujud yang berbeda,
suatu saat nanti, yakinilah
kita akan menguap bersama.
Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)
TEGAR
Terkurung dalam ruang sempit,
tercerabut kebebasan
sebagai manusia merdeka,
terpuruk dalam kehinaan
dititik nadir kemanusiaan.
Aku tetap tegar diambang batas kesabaran
selaku hamba Tuhan.
Hidup menapaki kaki langit,
menelusuri lorong waktu yang terus berlalu
tanpa mau menunggu,
berlari kencang bersama asa para jelata
yang merindu kesempurnaan.
Meski terseok dan hampir rubuh
ku tetap teguh disela angkuh
para penjilat dan kaum hipokrit.
Aku hanya menjalani
apa yang kau gariskan Tuhan,
aku berusaha sekuat tenaga yang tersisa,
tanpa mengeluh.
Meski sulit aku terus bertahan,
Melangkah gontai merangkak pelan.
Tertatih bangkit dan terjatuh,
di tengah badai fitnah kejimu itu.
Terus berulang dan berulang,
hingga ku tak tahu lagi
entah berapa ratus kali ku berhitung,
yang kutahu pasti…
angkuh dustamu adalah kehinaan
yang tak kan putus dirundung malang.
Tegar sikapku adalah kehormatan
yang memuliakan kehidupan
Kuyakin dengan segenap kesungguhan
bahwa Tuhanpun tahu…
jika aku tertipu kesalehanmu !
Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)
FITNAH
ITU LUKA
Ustadz bilang…
fitnah itu lebih kejam
daripada pembunuhan,
Kyai bilang fitnah itu keji
dan menghancurkan,
Emak bilang jangan jadi tukang fitnah
nanti kau masuk neraka.
Tuhan tak suka kepada Tukang fitnah,
ia akan mati dalam kesesatan,
api neraka akan melahap
tubuh si tukang fitnah,
ia akan menjadi kayu bakar jahanam
dan pasti kekal di dalamnya.
Ustadz, Kyai, Emak,
kalian memang benar aku terpapar fitnah saat
ini,
dan jujur saja aku tidak suka karena fitnah itu
luka.
Ustadz aku jujur padamu
ada penguasa yang pintar berpura-pura,
padahal ia tukang fitnah sebenarnya.
Kyai aku tulus memberitahumu
ada penguasa penjual simbol-simbol agama
padahal ia tukang fitnah juga.
Emak…
aku ikhlas atas takdir Tuhanku,
aku terus berjuang semampuku.
Aku difitnah oleh penguasa setengah kura-kura
yang sok berlagak dewa.
Emak…
si kura-kura itu tukang fitnah pastinya,
kalaupun ia tidak masukpenjara dunia,
kuyakin ia pasti masuk neraka,
benarkan Mak ?
Rumah Penjara
06 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)
KAMU LELAH
Adinda…
Kau lelah rupanya,
Kau sibuk berjibaku dengan
aktivitas
kemanusiaanmu,
tak mengapa itu harus bahkan
mulia,
dan membangun kualitas
hidupmu.
Namun kaupun harus santai
sejenak Dinda,
kejarlah asa dan citamu tanpa
tergesa,
nikmatilah waktu senggang
tanpa hati bimbang.
Menyegerakan apa yang kau
impikan itu keharusan,
bersemangat atas giat
kehidupan
memang harusnya begitu, namun
kaupun berhak atas nikmat sehat yang Tuhan karuniakan.
Rawat dan jagalah nikmat sehatmu
itu,
sebagai wujud syukur dan
taatmu kepada Sang Khaliq.
Sehat itu mudah dan murah,
makan dan minumlah yang baik
serta bergeraklah sesuai
dengan fitrahmu,
selaras dengan kesanggupanmu.
Sakit itu mahal dan
memencemaskan pastinya,
sungguh disinilah kualitas
ikhlas dan sabarmu diuji.
Kerap kali ku berpesan padamu
Jelita
dengan segala kecemasanku…
“ kapanpun dan dimanapun
jagalah nikmat sehatmu itu “,
karena masih banyak hal yang
harus kau tuntaskan dalam hidup ini, kita baru melangkah separuh jalan
bahkan mungkin kurang.
Adinda…
Karenanya tetaplah fokus
dan tuntaskan misi kemanusiaan kita.
Ada banyak tugas mulia
yang menunggu sentuhan
kreatif
untuk bisa kita tuntaskan
bersama,
syaratnya kau harus sehat,
jiwa dan ragamu…
Ruang dan waktu memang tak bisa
menunggu,
namun sehatmu, itu yang kau
perlu.
Beristirahatlah sejenak Dik
kau nampak lelah dan kuyakin
Tuhan pun tahu
apa yang bergelora dalam
jiwamu,
dalam fikirmu,
beristirahatlah !
Rumah Negara
“Cinta Platonis”
31 Agustus 2019
Karya Sang Gembala (RM)
PUISI JIWA
Biarkan makna dan rima
dalam puisi ini bersahutan,
mencipta tafsir atas segala
realita.
Bahagia ataukah berduka, senang
ataukah kecewa,
tunduk tertindas ataukah
bangkit melawan,
kesemuanya adalah pilihan
pemikiran,
bukan takdir Tuhan, bukan
pula keberanian yang tak beralasan, melainkan kepekaan terhadap kebijakan
si Tuan Polan yang kerap
menindasku,
menindas kamu dan kalian
Rakyatku.
Aku kecewa padamu wahai
penguasa,
namun aku tidak pernah
membencimu,
tidak pula memfitnahmu sebagaimana
kau perbuat padaku,
aku tidak sejahat dirimu,
tidak serendah itu,
yang kulakukan adalah kubebaskan
angan ini melayang
jauh menerawang atas apa yang
sudah
dan akan terjadi dikemudian
hari…
Meski tubuh ini ringkih, terpenjara
fitnah penguasa,
namun pemikiran, ide, dan
gagasan,
akan terus meronta melawan
sejadinya,
itu kulakukan karena kau telah
menghinakan aku,
memaksa takdir Penjara yang
seharusnya tiada ku jumpa.
Kau mungkin telah lupa,
dalam puisi-puisi jiwa yang
kucipta di malam buta,
dihadapan Sang Maha
Perencana,
banyak sudah tanda dan makna yang
kukirim padamu,
pada mereka yang telah
merampas
sisi kemanusiaanku merebut
kebebasanku.
Tanda dan makna itu …
kini telah mewujud menjadi
dinding tebal perlawanan,
menjadi pembeda antara
penindas dan kaum tertindas.
Kau telah menggali kuburmu
sendiri,
bukan aku tapi kamu dan
gerombolan serigala laparmu itu.
Aku mendakwamu melalui puisi
Jiwa
di atas bara api keculasan
yang kau nyalakan…
Aku terus melawan,
bersama kebenaran yang terus
kusuarakan,
Demi satu irama syahdu,
tembang lawas tentang
pembebasan…!
Rumah Penjara
“Irama Perlawanan”
29 Agustus 2019
TERLAMBAT
Kau hadir disaat yang kurang
tepat,
kau warnai hidup ini disaat
ku tak sendiri lagi.
Meski hatiku mencinta, memuja
dikau adinda,
jujur saja aku tak berdaya.
Ku mencinta Dia sang Bunga
Syurga,
namun aku pun merindumu
sepanjang waktu
Rembulan Malamku, kau berikan
berjuta harapan
kebaikan dimasa depan.
Bagiku kau sempurna, kau
memenuhi hasratku,
kau perempuan yang ku idamkan
sejak masa silam.
Memanglah benar aku tak muda
lagi,
akan tetapi aku juga tak
cukup tua untuk terus menjagamu, mencintamu dengan segenap hatiku.
Kau hadir dalam ruang jiwa
begitu saja,
Tuhan telah menggariskan
perjumpaan kita.
Kau belajar dan akupun
mengajar
sebagaimna harusnya.
Namun tahukah engkau
duhai sang rembulan malamku?
Dari pertama bertemu, kau
telah menarik hasratku,
mencuri tatap dan jiwaku
hanya padamu,
kau tuntas menawan hasrat
kelelakianku.
Rembulan Malam,
kau memang belia,
usiamu masih teramat muda
untuk merasakan keintiman
itu.
Tetapi, kuyakin kau cukup cakap
menangkap isyarat hasrat
hatiku padamu.
Memang mungkin,
kita tak cukup tepat
untuk menjalin erat hasrat
ini,
namun kaupun harus tahu
tak ada kata terlambat
untuk saling mencinta
dalam rumus hidup manusia.
Kau memang harus tahu
bahwa aku mencintaimu
seutuhnya.
Adinda sungguh kau teramat
istimewa.
Jeruji Besi Tua
“Storm Romance”
26 Agustus 2019
Karya Sang Gembala (RM)
AKU KECEWA
Tadi malam Aku rindu suaramu
sungguh…
Ku hanya butuh getar suaramu
saja tak lebih.
Karena kau berkata akan
bercerita
tentang segala peristiwa,
dan kau pula yang berjanji
akan berbagi kata,
“nanti” itu ucapmu.
Mendapati pesan itu
aku tersenyum bahagia.
Karena di malam nanti
ku kan dengar suaramu,
suara cantikmu yang pintar
mendendang syair dan lagu,
sungguh ku rindu itu.
Kuingin berbincang denganmu,
berdialektika tentang segala
rasa yang ada.
Malam tadi disisa letihku
mengurai hari
ku coba memberanikan diri,
menghubungimu dengan kata
singkatku,
maksud mendengar untaian kata
indahmu,
namun kau tak mau diganggu
dengan alasan akademikmu.
Aku mafhum itu tak mengapa,
biarkan kerinduan akan getar
suaramu
terbang bersama angin malam,
menguap bersama anganku
yang terus kutorehkan dalam
goresan
pinsil cantik yang selalu setia
menemani hingga kini.
Dan…Jujur saja,
pinsil mungil ini jauh lebih
mengerti
daripada ceceran hati di ruang
sunyi.
Jeruji Besi Tua
“Storm Romance”
05 Sep 2019
Karya Sang Gembala (RM)
NARAPIDANA
Engkau terhina di mata
manusia,
kau berdosa dan terbuang,
kau sampah yang tak bernilai
rupiah,
kau manusia sisa dalam
kubangan lumpur dosa,
itu sangka mereka padamu.
Meski sebenarnya engkau tidak
begitu,
tidak semuanya seperti itu.
Sabar agar kau tetap tegar,
ikhlas agar kau tidak
memelas,
tawakallah karena Tuhan tidak
tidur,
dan jika memang Tuhan
tertidur pulas
maka tinggalkanlah…
ia tak pantas untuk kita
sembah,
karena ku tak suka Tuhan yang
seperti itu.
Tuhanku, Tuhanmu, Tuhan
mereka
adalah Tuhan kita yang maha
melihat
dan maha mendengar
atas setiap pinta hambanya
yang berserah diri,
dalam lantun doa-doa
narapidana yang teraniyaya.
Aku sang terdakwa,
terhina atas fitnah sang
penguasa durjana,
aku terus berhitung, menakar,
mengukur
setiap peluang agar keadilan
tegak di Tatar ini.
Kau karibku, Si Narapidana…
Bergegaslah taubat dengan
sebenarnya,
bangkit dan lawan kedzaliman,
luruskan shaf rapatkan
barisan.
Dia…
si Empunya kuasa,
selalu saja merasa paling
mulia,
penguasa yang alfa akan
Tuhan.
Bagiku…
Engkau manusia setengah
binatang
yang lupa jalan pulang !
Jeruji Besi Tua
“Orang-orang Terbuang”
23 Agustus 2019
Karya Sang Gembala (RM)
EMBUN PAGI
Lepas pandangku
menatap liar disela sekat
besi berkarat.
Di luar jeruji tua,
nampak kilau embun pagi
di ujung ranting dan
dedaunan,
lambat menetes di atas tanah
kering,
tanah pertaubatan,
tanah harapan,
para pesakitan dan penjahat
kambuhan.
Sejuk embun pagi
di atas tanah kering pagi
ini,
merambat pelan ke inti bumi,
meski hanya tetesan kecil,
ia menyusuri garis takdirnya
hingga tiba dipusaran itu.
Tetes-tetes embun pagi
bersatu
memenuhi takdir Tuhannya
dalam ceruk besar kehidupan,
air besatu dengan air, minyak
dengan minyak
karena setiap orang
bersatu dengan sifat dan
wataknya sendiri.
Demikian aku dan sahabat
bengalku,
bertahan menyusuri garis tangan,
Menghitung waktu dalam kesal
sesal
kehidupan penjara.
Hari berganti bulan pun
berlalu,
kerakusan itu semakin nyata,
kemumafikanpun nampak dengan
jelasnya.
Kawan, lawan, ataupun pengkhianat
semuanya telah aku catat,
tak satupun yang terlewat.
Tiba saatanya nanti
berhitung menjadi pasti
karena dendam harus diakhiri.
Meski raga kerap terjaga di
malam buta,
bersimpuh dihadapMu berulang
kali,
hati ini sulit terobati,
kian menebal dan membatu,
bahkan tetes embun pagi
tak lagi sejuk kurasa,
resah karena dendamku tak
sudah.
Jeruji Besi Tua
“Orang-orang Terbuang”
08 Sep 2019
Karya Sang Gembala (RM)
JELAS SUDAH
Tuhan, dalam gelisahku,
tak sadar mulutku meracau
atas takdirMu,
menghujatmu atas kuasa
yang kau timpakan dipundakku,
aku oleng dan hampir ambruk.
Kutuk serapahpun tumpah,
entah kepada siapa,
Engkau ataukah dia
si kuasa penebar bencana.
Aku limbung atas cobaanMu
kepadaku.
Meski tertatih dan meratap
aku bertahan tetap Tuhan.
Tuhanku, kuyakin kau maha
hebat.
Lebih berkuasa atas semua
kedzaliman
para penguasa dan
pengkhianat.
Kuyakin Kau maha sempurna
diatas segalanya,
bahkan kesempurnaanMu
lebih baik dari sekedar
fitnah
dan kebenciaan yang penguasa
sampah
tuduhkan kepadaku.
Ya, aku sang pembawa
nubuwatmu,
pejuang nilai kemanusiaan
yang kini terpenjara dan
terhina.
Namun, meskipun begitu,
aku tetap bersyahadat atasmu,
beriman atas dzatMu,
karena ujian ini, semakin
jelas sudah,
siapa pejuang dan siapa pula pecundang..
aku terus berhitung.
Rumah Penjara
06 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)
MANUSIA CULAS
Ada binatang bertingkah
layaknya manusia.
Ia berjalan, berjoget,
berjingkrak
bahkan bersuara persisi
seperti manusia.
Dia binatang lucu menggemaskan
pastinya…
jika ada di pasar Malam,
ku akan membelinya, kupersiapkan
sebagai tontonan hiburan
murah
bagi keluarga kecilku
yang haus akan gelak tawa
semringah.
Ia binatang setengah manusia
dan aku menyukainya.
Adapula manusia bersikap
layaknya binatang,
ia membungkus kedzaliman
dengan topeng kesalehan,
mengumbar kata untuk indahnya
dusta,
melenakan untuk sempurnanya
persekongkolan.
Dia manusia tipu-tipu,
mengesalkan jadinya.
Jika ada dalam lubang ular,
berdua bersekutu untuk
menipu,
aku akan memukulnya dengan
alu,
bukan ular yang kuhantam
tapi dia yang kerap mengumbar
dusta,
kupukul sejadinya.
Kupersiapkan sebagai tontonan
yang memilukan,
pelajaran berharga untuk
rakyatku
yang haus akan kejujuran dan
keadilan.
Dia manusia culas setengah
binatang,
dan aku mengutuknya,
bahwa kuyakin Tuhanpun murka
atas kedustaannya.
Rumah Penjara
06 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)
SUPREMASI HUKUM
Perlu kau tahu,
penegakan hukum dinegeriku
tak lebih dari jerat
binatang liar para pemburu.
Supremasi hanya sebatas teori
namun sepi substansi.
Ia memaksa,
menjerat bila perlu menipu.
Menipu rakyatmu yang buta hukum
dan tidak pula paham aturan.
Memanja mereka para penguasa
dan pemuja harta.
Si Jelata menjadi objek
derita
oknum aparat laknat pemburu
rente.
Pasal demi pasal
dalam kitab tebal pidana,
seringpula memperdaya,
menjadi pukat pemaksa rakyat
tuk jadi penjahat, meski ia
belum tentu berbuat jahat.
Hukum negeri ini hukum kita
semua,
Eloknya dipahami ditaati dan
dijalankan
dengan meninggikan nilai
kemanusiaan.
Bukan menihilkan kebenaran
dan rasa keadilan.
Hukum jangan dijual beli,
karena setiap transasksi
selalu ada untung dan rugi.
Jika ini terjadi, institusi
kehilangan harga diri,
aparat pun kena sanksi
disersi,
rakyat didzalimi, hukum tak
lagi sakti
karena menjadi benda komoditi
basi.
Berikutnya rakyat akan mencari
hukumnya sendiri,
dan Revolusi menjadi harga
mati
yang tak bisa ditawar lagi.
Sahabat bengalku hanya bisa
menggerutu penuh nafsu…
“ Sungguh persetan hukum di
negeri ini,
Menipu bangsanya sendiri ”.
Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Revolusi Bui ”
Karya Sang Gembala (RM)
TUHAN
Sempat terfikir…
Kau meninggalkan aku Tuhan.
Kau campakkan aku
dalam lumpur fitnah kehinaan,
kau lempar jasadku yang
ringkih
ke dalam api amarahMu,
Kau kejam dan tak adil bagiku
yang tak mau membisu karena
titahMu.
Kau ungkap keadilan sebagai
firman,
namun…kaupun campakkan aku
layaknya kotoran hewan.
Aku mendakwaMu,
aku marah atas takdirMu
padaku.
Aku bukan Nabi
bukan pula Rasul yang kau
ma’shum,
Aku butiran debu tersapu
angin, terhempas badai,
menghantam karang kehidupan,
rubuh ditepian jurang.
Aku tergolek lemah dalam
sangkar besi,
namun begitu…kuasaMu takkan
pernah kuragu,
Kau kini selalu bersamaku,
Kau erat lekat dinadiku.
Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Tuhan dalam Penjara ”
Karya Sang Gembala (RM)
HIDUP
Aku…
memahami hidup ini
sederhana,
semuanya…
hanya masalah
“tanda baca”
itu saja.
Candradimuka
21 Agustus 2019
“ Tuhan dalam Penjara ”
Karya Sang Gembala (RM)
HIDUP MANUSIA
Meratapi garis takdir ilahi,
hidup teramat berat untuk
dijalani,
terlebih terali besi
membatasi hak asasi.
Mensyukuri suratan takdir,
hidup terasa syarat makna dan
diamika.
Penjara bukan lagi bencana
melainkan sekolah kehidupan yang
mendewasakan.
Hidup manusia rangkaian peristiwa yang tak bertepi,
siklus sejarah yang terus
berulang,
hingga tiba nanti pada titik
kulminasi…mati !
Candradimuka
21 Agustus 2019
“ Tuhan dalam Penjara ”
Karya Sang Gembala (RM)
PULANG
Jauh berjalan banyak dilihat,
lama hidup banyak dirasa.
Panjang rentang kehidupan
memaksa tubuh ini menyusuri
takdirmu,
pun demikian dengan para
pesakitan
teman deritaku kini, ia
sering mengeluh
bahkan juga marah atas takdir
yang tak terfikir.
Dalam ruang hampa, dibilik
sempit,
ditengah kefakiran dunia, mereka
kerap mendesis
tak mampu sembunyikan
kekecewaan.
Mereka orang-orang terbuang,
gundah atas waktu, gelisah
atas asa,
resah menghitung masa yang
lambat merangkak.
Kerinduan akan kehangatan tak
terkatakan lagi,
gelak tawa dalam ruang
kenangan tak terperikan,
belai lembut para kekasih
hati
menjadi obat mujarab yang tak
terganti.
Sungguh aku rindu mereka yang
kini tersimpan di hati,
dalam lipatan waktu, menggulung
utuh di benakku,
tak satupun yang hilang…jujur
Aku ingin pulang !
Rumah Perenungan
06 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)
PENJARA
Disini aku belajar
membenci dan mendendam,
juga kemunafikan.
Dalam tempa jeruji besi, aku
pun belajar
tentang sabar dan ikhlas juga
kesetiaan.
Merajuk atas takdirMu
yang tak pernah ku rindu.
Rumah Perenungan
06 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)
BERHITUNG
Penguasa tak bermuka,
kau terlalu bebal
menfasir semua tanda
amarah alam yang ada.
Kau tumpul dan tak bernurani,
karena hati dan isi kepalamu
telah tercerabut sirna
bersama fitnah kejimu itu.
Aku tertawa terpingkal
karena kau telah sempurna
menjadi hewan yang
sebenarnya.
Penguasa tanpa isi kepala…
kau akan terhina segera,
sebagaimana kau campakkan
aku dalam kepekatan.
Penguasa tak ber-hati,
Tuhan murka padamu,
harusnya kau tahu,
namun syahwat sesatmu
membutakan segala,
sejujurnya aku iba padamu,
iba atas kedunguanmu.
Kau salah besar,
kau jadikan aku manusia
terbuang,
kau kira aku akan terlunta,
kau kira aku akan binasa
dengan bisa jahatmu,
namun kau keliru…
Kau berniat membunuhku
di tengah belantara amarah,
kau lemparkan aku
ke sekumpulan Serigala Lapar,
maka aku akan kembali
kepadamu
dengan memimpin mereka untuk
menuntaskan segalanya.
Kawanan Serigala itu patuh padaku,
karena aku lebih cerdik
darimu.
Ia akan terus memburumu
karena tubuhmu amis darah dan
fitnah.
Aku bersama Tuhan
kini sedang asyik terpenjara.
Dalam cengkrama Tuhanpun tahu
aku akan berhitung denganmu
dan para begundal tololmu.
Tuhan ridha aku dalam kobaran
kemarahan,
bahkan ia selalu mengingatkan
aku
untuk terus dan terus
mengejarmu
karena ia benci kau menjual
banyak firmanNya.
Kau tukar ayatNya
dengan seonggok daging busuk,
kau mencampakkan Tuhan,
kau telah menipunya
berulangkali.
Aku dan Tuhan akan menuntut
balas,
hingga kau kembali menjadi
debu,
menjadi alas kaki para
pembenci.
Rumah Perenungan
10 Nopember 2019
“ Bersama Tuhan Pahlawanku ”
Karya Sang Gembala (RM)
AKU CINTA KALIAN
Di dalam hati…
tersembunyi bergumpal
perasaan
tuk menyayangi kalian,
tak setitikpun niat tuk
saling menyakiti,
semua berjalan sbgimana
harusnya.
Karena perjumpaan yang telah
ditakdirkan,
aku mengingatmu kembali
perempuan-perempuanku,
aku seolah menemukan aroma
dan keindahan
yang sama yang kureguk
berpuluh tahun lalu.
Aku lelaki yang terlalu
pintar memaknai keindahan,
meski ku bukan Casanova
apalagi Arjuna
namun kutahu pasti caraku
mengambil simpati
meski terkunci dalam relung hati.
Aku pemuja keindahan,
dan kuyakin itu bukanlah
kesalahan
apa lagi dosa turunan,
inilah karunia Tuhan yang aku
dapatkan
selalu terenyuh menatap rona
merah
kecantikan paras kalian.
Jujur…
Aku lelaki yang mudah jatuh
Cinta
padamu duhai dara,
aku memuliakanmu karenanya
aku jatuh hati
pada kerling matamu,
pada lekuk indah tubuhnmu,
pada gerai hitam rambutmu,
pada suara syahdumu,
aku cinta padamu
perempuan-perempuanku.
Jika aku kini berbagi cinta
memang kuakui itu,
namun perlu kau tahu
perempuanku,
aku tidak pernah mengurangi
kadar cintaku padamu,
sedikitpun tidak…
Kau tetaplah permaisuriku,
terbaik-tercantik.
Mencinta bagiku tidaklah
harus satu,
memilih bagiku tidak pula
harus satu.
Cinta adalah mengasihi dan
menyayangi
dengan sepenuh hati meski
banyak hati
yang kadang tersakiti,
tak mengapa karena itu memang
takdirmu perempuanku.
Cinta suci bukan hanya
sekedar birahi,
akan tetapi belajar memahami
tentang segala rasa yang ada,
tentang kemuliaan hidup
dimasa depan.
Perempuan-perempuanku…
aku mencintaimu
lebih dari sekedar rembulan malam
tersaput awan kelam,
lebih dari sekedar terik
mentari terhalang mega hitam.
Cintaku adalah bulan di malam
purnama,
cintaku hangat mentari di
pagi hari…
abadi menyusuri garis
takdirNya.
Rumah Penjara
19 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)
VONIS
Aku lelah menunggumu vonis
peradilanku,
aku merindumu membawa kabar
baik padaku,
kawan seperjuangan
pasti akan kegirangan
atas kabar baikmu itu.
Di luar sana…
pesta pora kian menggema,
ada politisi bertubuh kurcaci
tak berpeci karena kepala
tiada lagi ditubuhnya.
Ada pula birokrat karbitan
tak tahu malu meminta tahta
yang bukan haknya.
Ada juga penguasa rakus
jabatan
yang khilaf jalan pulang…
Waktupun terus berlalu,
para pemburu nafsu kian
menggebu
menuju tahta dan kuasa,
aku terpingkal jadinya.
Lusa berharap lega
karena vonis yang kudamba
akan segera tiba,
Bebas tanpa syarat,
itu pintaku dalam doa suci di
malam sepi…
Rumah Penjara
19 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)
PUISI JIWA
Biarkan makna dan rima
dalam puisi ini bersahutan,
mencipta tafsir atas segala
realita.
Bahagia ataukah berduka,
senang ataukah kecewa,
tunduk tertindas ataukah
bangkit melawan,
kesemuanya adalah pilihan pemikiran,
bukan takdir Tuhan,
bukan pula keberanian yang
tak beralasan,
melainkan kepekaan
terhadap kebijakan si Tuan
Polan
yang kerap menindasku,
menindas kamu dan kalian
Rakyatku.
Aku kecewa padamu wahai
penguasa,
namun aku tidak pernah
membencimu,
tidak pula memfitnahmu
sebagaimana kau perbuat
padaku,
aku tidak sejahat dirimu,
tidak serendah itu,
yang kulakukan adalah
kubebaskan angan ini melayang
jauh menerawang
atas apa yang sudah
dan akan terjadi dikemudian
hari…
Meski tubuh ini ringkih,
terpenjara fitnah penguasa,
namun pemikiran, ide, dan
gagasan,
akan terus meronta melawan
sejadinya,
itu kulakukan karena kau
telah menghinakan aku,
memaksa takdir Penjara
yang seharusnya tiada
kujumpa.
Kau mungkin telah lupa,
dalam puisi-puisi jiwa,
yang kucipta di malam buta,
dihadapan Sang Maha
Perencana,
banyak sudah tanda dan makna
yang kukirim padamu,
pada mereka yang telah
merampas
sisi kemanusiaanku,
kebebasanku.
Tanda dan makna itu …
kini telah mewujud menjadi
dinding tebal perlawanan,
menjadi pembeda antara
penindas dan kaum tertindas.
Kau telah menggali kuburmu
sendiri,
bukan aku tapi kamu
dan gerombolan serigala
laparmu itu.
Aku mendakwamu melalui puisi
Jiwa
di atas bara api keculasan
yang kau nyalakan…
Aku terus melawan,
bersama kebenaran yang terus
kusuarakan,
Demi satu irama syahdu,
tembang lawas tentang
pembebasan…!
Rumah Penjara
“Puisi Perlawanan”
29 Agustus 2019
PATAH BERDERAK
Kecewaku teramat dalam,
atas congkakmu di persidangan
siang itu.
Tanda baca yang yang
terungkap
tak sedikitpun menyentuh hati
kalian
yang kosong atas nilai
perjuangan
dan pengorbanan.
Atau mungkin asa yang ada
terlalu berlebih,
sehingga kecewa yang
kudapatkan,
bukannya supremasi seperti
yang kau janjikan.
Aku patuh atas semua dalih
hukummu,
kusaksikan setiap ketukan
palu sakti
dalam genggam jemari tiada
yang terlewati.
Bahkan lima purnama telah ku
lalui,
besar harapan kau menjadi
bagian
dari keadilan yang kami
rindukan.
Lacur…
harapan hanya sebatas angan,
keinginan meranggas bersama
impian.
Dahan tumpuan menegakkan
kebenaran
patah berderak dan tak
mungkin menyatu lagi.
Aku mendendam teramat dalam
karena angkuhmu memaksaku
bungkam.
Terali besi kini menjadi
teman sejati,
para napi akan selalu dihati meski
tubuhku terkoyak lagi.
Kami ada dan berlipat ganda kami
tabah sampai akhir.
Kami terus berhitung dan
bergerilya,
kami melawan sampai tiba satu
kepastian,
bahwa kebenaran keadilan
akan menemukan jalannya
sendiri.
Angkara pasti binasa, para
pelacur keadilan akan terhina,
sebagaimana kau hempaskan
kami
kini dalam lumpur pekat
kehidupan.
Meski tumpuan patah berderak,
aku terus berhitung mencari
tumpuan baru,
lebih kokoh dan tak
terkalahkan, semua ini kulakukan atas satu keyakinan…berburu dilain waktu.
Rumah Penjara
“Perlawanan untuk Keadilan”
24 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
KEMUNAFIKAN
Revolusi itu perubahan
yang dilakukan secara sadar,
sistematis, cepat, dan
totalitas.
Itulah harapan kaum
pergerakan
dalam menentukan arah
perjuangan.
Berliku bertabur paku,
lelah dan membosankan
itulah sebenarnya ujian
dalam menyusuri garis jalan
ini…
jalan Revolusi.
Aku memaafkan setiap keluhan
dan keputusasaan,
aku memahami ketika spirit
revolusi tak utuh lagi,
karena itulah sejatinya rumus
perjuangan,
surut ataukah lanjut merupakan
pilihan bukan takdir Tuhan.
Namun kau pun harus tahu
kawan,
hal yang sulit aku lupakan
dan tak termaafkan adalah
kemunafikan yang melahirkan
pengkhianatan.
Tiada tempat bagi pengkhianat.
Untuk mewujudkan cita-cita
mulia
namun syarat mara bahaya…
Revolusi kerakyatan menjadi pertaruhan.
Rumah Penjara
“Perlawanan untuk Keadilan”
24 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
SULUH
Pagi menyapa
di balik terali besi,
sejuk embun
tak kurasa lagi.
Semilir anginpun menjadi
semakin asing dan liar.
Spirit revolusi
menjadi suluh api
perubahan dimasa depan,
ia menyusuri garis juangnya.
Dalam setiap hela nafas
dan degup jantungku,
selalu kukobarkan perlawanan
meski dititik nadir
kesadaran,
aku terus melawan.
Rumah Negara
“Cinta Orang Terbuang”
25 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
BUNGA
Engkau…
ratu bunga setaman,
Aku memanjakanmu,
memuliakanmu.
Aku melihat masa depan
diparas cantikmu.
Aku ingin hidup
bersamamu
dalam keabadian kasihsayang.
Puspa jelita…
engkau memenuhi hasratku.
Rumah Negara
“Cinta dibalik Penjara”
25 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
CEMAS
Dedaunan meranggas,
bumipun bergolak,
dan kesejukan
seolah enggan menghampiri.
Cemas karena bening embun,
Tak lagi ramah kudapati
di pagi hari.
Tetes embun di ujung dedaunan
berjatuhan,
dan harusnya membasahi bumi,
meresap di dahan dan pokok
ranting-ranting kering,
menenangkan menentramkan.
Semilir angin pagi,
tak lagi damai kurasa,
gelisah karena kuncup telah
mekar,
merupa bunga mempesona,
merah merekah,
menggoda siapa saja tuk
menjamah.
Bunga impian…
Kau menjadi rebutan
dan perhatian semesta,
semua takjub,
semua berlomba
tuk dapat memetikmu.
“Wahai bungaku yang
teristimewa… “
itu pinta sang dahan kepada
Tuhan,
Waspadalah atas isyarat alam
dan tatap tajam kumbang
kelana,
ia akan berebut menghisap
madumu,
hingga tak tersisa.
Bungaku…
Utuhlah indah parasmu,
jaga selalu putik sarimu,
agar kau tak gugur layu.
Rumah Penjara
“Cinta Orang Terbuang”
25 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
KERINDUAN
Kurasakan kini…
kerinduan dipersimpangan kiri
jalan.
Aku merindumu setengah mati,
malam ini, esok pagi, hingga
waktu nanti.
Rinduku padamu rindu para
pecinta,
terhormat dan memanjakan.
Meski kusadari,
Kerinduanku…
layaknya malam merindu siang,
mentari merindu sang
rembulan,
atau mungkin kisah kasih tak
sampai
dalam roman picisan.
Seharusnya
rasa ini rasamu jua
perempuanku,
rindumu rinduku bersatu
dalam jiwa-jiwa yang seirama,
dalam benak dan logika
yang sederhana saja.
Layaknya ombak membelai
pantai,
sepoi angin menyapa dedaunan
dan ranting-ranting diujung
dahan,
halnya kerinduan bumi
menanti rintik hujan di
tengah terik.
Pastinya…
Rinduku padamu perempuanku
rindu yang sederhana namun
teramat istimewa.
Rindu anak manusia akan
hadirnya dua cinta,
dua jiwa yang mampu merangkai
harmoni,
menjadi bentang lukisan abadi
kemahakuasaan Tuhan,
tak saling mengalahkan,
sejalan beriringan.
Sungguh saat ini kumerindumu
sejadinya,
dan untuk kesekian kali
kuungkap isi hatiku padamu,
aku mendambamu perempuanku,
dan kau harus tahu,
meski terpenjara kutetap
mencinta !
Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
26 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
CINTA
“ Saat cinta mengetuk hati,
aku pun tak kuasa untuk
menghindari,
meski aku telah berdua,
aku jatuh cinta lagi ”.
Cinta datang dan pergi sesuka
hati,
Ia hadir dengan sendirinya,
dan terkadang hilang tanpa
perasaan.
Cinta itu ruang dan waktu,
Cinta itu tentang aku dan
kamu,
Cinta adalah kejujuran tanpa
syarat,
Cinta adalah perjuangan tanpa
henti.
Hingga tiba waktu yang tak
dirindu,
cinta yang tak bisa dimiliki,
karena cinta sejati tidak
selamanya harus memiliki…
Cinta suci…
adalah pengorbanan tanpa
pamrih,
memberi dan tak harap
kembali.
Biarkan cintaku kan membawamu
dengan caranya sendiri
kembali di sini,
bersemayam dalam lubuk hati
yang seharusnya,
saat pertama ku menatapmu
kala itu.
Rumah Penjara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
26 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
MENDENDAM
Mendendam sekaligus
mencintai,
Penghiburan sederhana yang
melenakan.
Aku terus berhitung
atas kedustaan dan
pengkhianatan,
meski air dan angin telah
mati,
aku menyusuri takdir
pembalasan
atas dendam yang tak kunjung
padam.
Aku kan terus mencari,
Hingga tiba saatnya nanti
punah segala sakit di hati.
Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
PEREMPUAN MALAM
Untukmu perempuan malam
di simpang kiri jalan,
aku menatapmu dalam remang.
Kian larut,
arum jam pun perlahan
beringsut
meninggalkanku dalam
terpukau,
enggan untuk kembali,
dan gerimis mugkin saja tiba
tanpa terduga.
Di persimpangan ini aku jatuh
hati lagi…
Padamu-padanya.
Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
BERHITUNG
Ranting tak berpucuk,
batang tak berakar.
Tunaspun layu daun
berguguran…
Pokok tinggi
meranggas mati.
Berhitung menjadi pasti.
Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
SURYA CHANDRA
Sang Surya selalu mendamba
Candra Jelita,
ia tetap setia
menunggu hingga purnama tiba.
Meski jarak dan waktu
membatasi.
Keyakinan
menjadi satu-satunya harapan
kemuliaan di masa depan.
Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
PEREMPUAN MALAM
Untukmu perempuan malam
di simpang kiri jalan.
Aku menatapmu dalam remang.
Kian larut
jarum jam pun beringsut
meninggalkanku dalam terpaku,
enggan untuk kembali,
dan gerimis mungkin saja tiba
tanpa terduga.
Di persimpangan ini,
aku jatuh cita lagi…
padamu-padanya.
Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
CINTA SEDERHANA
Mencinta…
bagiku sederhana saja,
Terus dan terus menyayangi
tanpa henti,
meski menjadi sia-sia saja
pada akhirnya.
Aku tak peduli…
Sungguh.
Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
PETANG
Petang penat…
Lembayung senja tak nampak
tersaput gerimis hujan,
semburat keemasan tak lagi
mengkhiasi langit
yang sering kusaksikan di
waktu lapang.
Lelaki paruh bayu itupun
tetap menatap tajam jalan
takdirnya,
meski ia tak merindukan itu
semua,
namun Tuhan menghendakinya
tanpa kompromi apalagi berdiskusi.
Dalam lelah,
engkau terus berpacu dengan
asa dan citamu,
bayangmupun tengah engkau
buru.
Membunuh waktu,
itulah tugasmu kini wahai lelaki
dengan jalan takdirnya.
Engkau genggam keyakinan di atas
bara kemunafikan.
Lima purnama telah engkau
lampaui,
kemaraupun kini telah
berganti,
kau tak bergeming.
Lelaki itu…
setia menunggu,
masih bertahan dalam
kurungan,
namun demikian akal pikirmu
bebas merdeka
tak terpenjara.
Petang penat…
Berulangkali lelaki paruh
baya,
mengadu dihadapan Tuhannya.
Kutahu ia merajuk, mengadu
dendam.
“Tuhan aku mengimani hari
perhitungan,
izinkan pula ku berhitung
sepertiMu atas takdirMu padaku”.
Gumam lelaki paruh baya
lirih…
lelah di ujung Petang.
Jeruji Besi Tua
“Menjelang Hari Perhitungan”
08 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
MENDENDAM
Kau tak tahu bagaimana
pedihnya
menjadi manusia terbuang,
terhinanya dalam jerat jeruji
besi berkarat,
kau kuyakin tak paham itu,
karenanya hentikan ocehan
konyolmu padaku.
Aku; waktu, tubuh, dan
pikiran ini
tersekap dalam pengap fitnah
manusia laknat.
Aku kan membalaskan semua
kepedihanku
lebih dari apa yang kau
perbuat padaku,
mengeras dan tak mungkin
layu.
Bagiku…
balasan dari suatu kejahatan
adalah kejahatan yang sama,
itu keyakinanku atas firman
Tuhan.
Jeruji Besi Tua
“Menjelang Hari Perhitungan”
10 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
HUJAN
Tuhan dalam termangu…
Deras nian rahmatmu sore ini,
fitrahmu membasahi bumi menyejukan
bara api,
memadamkan bara dendam.
Kau datang disaat kemarau
tak terlampau beringas, kau
tiba disaat yang tepat,
kala hatiku memelas resah.
Lembayung senja diufuk barat tak
lagi semburat,
ia terlelap brsama semilir
angin diperaduan.
Kicau burung pipit diranting
pohon
tak lagi kudengar, burung
hantupun enggan
menampakkan diri petang ini.
Kukira kau turun hanya
sebentar saja,
sekedar menyejukan bumi yang
kian bergolak,
namun hingga sepertiga malam
kau masih menaburkan butiran-butiran
gerimis di Tanah Harapan.
Aku terpaku dalam lantun doa
sujudku,
meracau memanggilMu dalam
bilik pertaubatan.
Angin dingin malam ini
menusuk tubuh hingga jauh ke
dalam kalbu,
ia datang bersama gemercik
hujan,
perdu dan deret sukun basah
kuyup,
pelataran kebangsaan, rumput dan
ilalang
tak luput dari basuhan
rahmatMu.
Di balik tirai besi kucermati
satu persatu,
tak kubiarkan lepas dari
pandangan
segala peristiwa hari tadi
hingga malam ini.
Segala kebaikan dan kebusukan
telah aku coretkan dalam catatan
kelam Rumah Penjara.
Hingga tiba saatnya nanti
ku kan bercerita tentang “apa”
dan bertanya tentang
“mengapa”
kepada semua, besar harapan
kumenemukan cara tentang “bagaimana”
memaknai hujan dan Tuhan
tidak hanya malam ini.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
SAHABAT
Aku bersyukur atas perjumpaan
ini,
meski kita bukan siapa
dan belum tentu menjadi
seperti apa
yang kita harapkan,
namun aku berterimakasih
atas segala perlakuanmu
padaku.
Kalian kawan baruku
dalam ruang cuci moral,
tempatku berbagi resah
dikala gelisah menyusuri
jalan takdirNya.
Aku hanya bisa memberi
harapan
kebaikan di masa depan,
aku tak dapat menjanjikan
apapun
selain kata dan mimpi di
malam buta.
Sahabat…
pertemuan kita memang hanya
sekejap saja,
namun kuyakin atas makna yang
tersirat,
tak lekang oleh waktu,
selamanya kalian adalah
karibku.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
MERINDUMU
Aku merindumu setengah mati,
namun sepertinya
engkau bukanlah pilihan tepat
bagiku.
Aku memahamimu lebih dari
siapapun di bumi ini,
bahkan aku lebih tahu atasmu
melebihi Jibril sang penabur
rahmat.
Kau keindahan yang tak
tergantikan,
harmoni penyejuk hati.
Jelita izinkanlah anganku
selalu bersamamu,
karena itu mujarab bagiku
melebihi buluh perindu
saat lelah membunuh waktu.
Kau milik dunia,
engkau kepunyaan semesta
yang haus akan keindahan,
akan kesempurnaan paras elokmu
akupun faham itu,
namun aku terlanjur mencintaimu sungguh,
tak perlu kau ragu.
Aku menyayangimu sampai ujung
waktu.
Walau hasrat hati tak
terbendung lagi,
kubiarkan ia menguap
lepas bersama angan bias
fatamorgana.
Meski hati terhiris pedih
menahan rinduku atas
cantikmu,
ku tetap bertahan atasnama
kepatutan.
Adinda Bunga Syurga
engkau selalu teristimewa
dalam hidup dan matiku.
Aku mencintaimu dalam terjaga
dan tidurku.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
KUCING LIAR
Sang Nabi menyayangimu,
itu yang ku tahu tentangmu.
Kucing-kucing liar,
kalian bebas melangkah
dan melompat kemanapun kalian
mau,
berlari kencang dan terkadang
sesekali kalian memaksa kami
memaki benci,
benci atas keliaranmu
yang kerap menganggu pulas
tidurku
dalam belenggu.
Kucing liar
dalam pendar cahaya di malam
buta,
engkau mahluk merdeka,
terbebas dari petaka pidana,
kami iri atas takdirmu.
Sedangkan kami manusia
berakal budi,
terkunci di balik jeruji,
terhina atas derita,
terhukum tanpa alasan,
tercerabut nilai kemanusiaan.
Otak ini semakin tumpul saja,
kian hampa memahami kata demi
kata,
kami dipaksa untuk berdosa
dan saling memangsa dalam
penjara.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
APEL
Berbaris rapi sehari empat
kali,
ini menjadi kebiasaan baruku.
Berhitung satu, dua, tiga
sampai tak hingga
menjadi penyempurna atas
kedunguan
penegakan hukum di negeri
ini.
Jujur saja,
aku tak menemukan kebaikan
apapun
atas perlakuanmu padaku.
Kau cabut kemerdekaan,
kalian rampas kebebasan
atasnama pembinaan.
Aku nasionalis sejati,
tak perlu kau ragukan itu.
Aku berjuang menyusuri garis
revolusi.
Aku berteriak lantang
di tengah gemuruh badai
kemunafikan
birokrasi dan politisi
karbitan.
Aku bergerak
atasnama rakyat dan firman
Tuhan,
bahkan aku tak lagi peduli
atas diri ini.
Dasar kau mahluk sialan,
aku malah kau penjarakan,
terperangkap kegelapan aturan
dan perundang-undangan.
Aku terperangkap kemunafikan
dibalik topeng kesalaehan.
Aku terus melawan,
hingga tibanya penghukuman.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
ELEGI
Aku tak pernah resah
atas apa yg akan terjadi esok
hari,
karena hidup adalah elegi syarat
misteri.
Berjalan saja sebagaimana
harusnya,
suka ataupun tidak,
takdir ini harus terus
dijalani.
Ku yakin ilalang liar
ditengah belukar,
Serangga kecil nun jauh
Dalam pekat rongga-rongga
tanah,
tumbuh dan berdzikir atas
titahMu,
mereka memujaMu wahai
Tuhanku,
begitupula aku.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
ISYARAT
Membaca isyaratMu satu
persatu,
tiada yg salah kurasa.
Hanya saja ku tak cermat menafsirmu
saja
dalam tafakur malam-malamku.
Nada tasbih serangga
dan mahluk melata berirama,
menemani dengkur lelah
yg kian mnjauhkanMu dariku.
Malam ini ku berjanji
mengetuk pintu RahmatMu
kembali,
meski merangkak namun pasti,
Kau msih Tuhanku seperti yang
dulu.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
BARA DENDAM
Menjadi Rakus
adalah Rumus sederhna tuk
tetap bertahan.
Saling memangsa kadang berguna
tuk mperpnjang usia
menyelamatkan nyawa
mngorbnkn satu diantara kita.
Membenci hal yg paling logis
tuk mempertahankan
eksistensi.
Itu yg kau perbuat padaku,
semuanya ku ramu
menjadi Bara Dendam
yg tak kan kunjung padam,
aku terus mengejarmu,
hingga kau tersungkur layu
dalam pasungan dan kehinaan.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
RINDU
Kerinduanku terlalu berat
untukmu,
ku tak mau memksakn itu.
Biarkan pendar-pendar cinta
ini
sirna dg sendirinya,
karena ia pun datang
tanpa pernah ku undang.
Biarkan takdirku menjadi
gunting
yang berjalan lurus meski
memisahkan,
tak perlu menjadi jarum yang menusuk
menyakitkan meski mempersatukan.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
JERAT
Tuhan dalam kelam,
Kau tempa aku dengan derita,
penjra kini menjadi Kawah
Candradimuka.
Pnguasa…
aku adalah takdir atas kedustaanmu.
Aku berkontemplasi
meraut hati di balik tirai
besi.
Aku membatu memburu seteru,
menebal baja,
meruncing belati hingga hati
berpuas diri.
Langkahmu kini tak perkasa
lagi,
Karena badai terus mendera
mematikan tunas-tunas barumu,
hingga kau tersungkur jera,
terperangkap jerat dunia.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
SERIGALA
Serigala2 lapar
yang kau siapkan untuk
melumatkan tubuh ini,
kini siap berbalik mngejarmu
hingga kau tak tau lagi
dimana hendak sembunyi.
Aku lumpuhkan serigalamu dengan
titahku,
aku tampar mereka dg kata2
tulus,
kubelai lembut mereka dengan
harapan.
Akulah pawang keliaranmu
kini.
Di persimpangan yg telah
ditakdirkan,
aku setia menunggu,
hingga kau sempurna menjadi
abu !
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
SULUH
Mataku nanar,
mntapmu tajam penuh dendam.
Aku mngumpatmu dalam kelam,
mengutukmu dalam bisu,
membencimu dalam kalimat
taubatku.
Aku kini orang sisa2,
terbuang dan terblenggu
karena dustamu.
Mengingatmu adalah suluh yg
tak pernah padam,
membara membakar stiap keluh
kesah itu
Mengejarmu adalah hal
terwaras bagiku !
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
GERIMIS
Gerimis senja setia menemani,
tak seperti kemarin.
Angin sepoi mati sore ini,
ia pergi tak nampak lagi.
Gelora jiwa syarat luka,
resah karena dendamku tak
sudah.
Aku tertatih menanti di
simpang jalan,
tempat pertemuan mnusia2
jalang.
Direndahkan tdk mungkin jadi
sampah,
disanjung tidak akan pernah
menjadi rembulan.
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
SEPERTIGA MALAM
Di sepertiga malam,
aku terjaga
mengetuk pintu rahmatMu
kembali
sebagaimana janjiku padaMu
siang tadi.
Aku mengadu atas segala,
berhajat untuk bertahan,
dan bernadzar demi satu harapan...
Kemenangan atas hari
Perhitungan.
Aku mngejarmu dalam remang
Jeruji Besi tua.
Kupungut remah-remah kecewa,
kupadukan menjadi lecut
penghukuman
atas pengkhianatanmu padaku
Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
TAKDIR REVOLUSI
Pagi dibalik jeruji,
kini terulang kembali,
menyapa hampa mentari
yang enggan bersinar lagi.
Wajah-wajah murung manusia
buangan,
tak mampu Kalian sembunyikan.
Raung Kucing2 liar dalam
lorong,
beradu dan saling cakar
satu dengan lainnya,
menambah suasana beringas
Desember kelabu tahun ini.
Waktupun berlalu,
enam purnama terlewati
dengan tabah hati,
takdir revolusi
enggan tuk menunggu lagi,
segera bangkit dan bergerak
atau tunduk tertindas mati.
Tirai Besi Berkarat
“Rindu Dendam Tak Kunjung
Padam”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
MENTARI TAK PERNAH
INGKAR JANJI
Basah kuyup rumput ilalang,
sisa hujan deras tadi malam.
Bening embun
tersentuh lembut sapa sang
surya,
berkilauan sangat indahnya,
nampak seperti
butiran-butiran
mutiara dari dasar samudera.
Mentari tak pernah ingkar
janji,
ia memenuhi fitrahnya sebagai
hamba Tuhan.
Berevolusi digaris orbit takdirnya,
berdzikir atasnama Rabbnya,
setia mancarkan kehangatan,
menyapa ramah seluruh
penghuni
di Tanah Harapan,
rumah besar orang-orang
terbuang.
Kuarahkan pandang jauh
keliling,
mencermati segala yang nampak
oleh mata,
mengikuti ritme pemikiran yang
kian meronta,
berharap waktu cepat berlalu
tuk menuntaskan segala bara
di dalam dada,
menyapa angan kerinduan yang
tak tertahankan.
Mentari pagi…
Aku belajar darimu tentang
arti memberi
dan keteguhan hati mengepal
janji.
Kau sadarkan hamba dalam
kekalutan jiwa.
Mentari…
Engkaulah simbol laki-laki
sejati,
bukti keteguhan dan kesetiaan,
walau kau tak perah
beriringan
dengan rembulan.
Mentari kau tak pernah ingkar
janji.
Kilau indah cahyamu
menyelimuti tubuhku,
tentram jiwa ini dalam dekap
hangatmu.
Tirai Besi Berkarat
“Rindu Dendam Tak Kunjung
Padam”
23 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
MENGAGUMIMU
Kau bukan sekedar indah,
namun kaupun cakap dalam
bersikap.
Kau bukan hanya cantik
menawan hati,
Lebih dari itu kaupun mandiri
dan berdedikasi,
itu harapanku padamu,
tidak hanya kini namun hingga
nanti.
Duniamu kini adalah
pembuktian
atas integritas insan
akademis
yang melekat ditubuhmu.
Teruslah menjadi yang terbaik,
Karena hidup tidak
sesederhana tentang “apa”
melainkan tentang “mengapa”
dan “bagaimana”.
Kutatap penuh makna
setiap ucap dan lenggok
tubuhmu pagi ini.
Tak lupa, kucermati betul
senyum simpulmu.
Statusmu menjadi
penghiburanku satu-satunya,
menilik ukur kemampuanmu
bermain peran menjalankan
fitrah Tuhan.
Jelita…
Ada banyak kesukaanku pada
kemandirian hidupmu,
kau berjuang di Tanah
Harapan,
“Bandung” menjadi kota impian
kemuliaan hidup di masa
depan.
Jaga Sehatmu Jaga Hatimu,
membacalah sekuatmu,
berjuanglah lebih dari
sekedarnya,
dan Tetaplah Istimewa untuk
semua.
Sejujurnya, Kau selalu
mengingatkanku
atas bayang masa silam,
asa yang tak sampai, nada
yang tak berdawai.
Dalam jerat tirai besi
berkarat,
aku mengagumimu selalu,
hingga ujung waktu !
Tirai Besi Berkarat
“Rindu Dendam Tak Kunjung
Padam”
23 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
MATAHATI
Terjebak dalam ruang hampa
membosankan mencemaskan,
entah tabah ataukah marah
aku kini tak tahu lagi?
Mata ini tak lagi sembab,
Karena sudah tak mampu
menteskan air mata, meski
hanya sekali saja.
Mata hatiku kerap ragu atas
takdir belenggu.
Dalam penat menghitung hari,
Ku coba larut ditengah
pergumulan.
Aku meronta sejadinya,
menggelisahkan harapan,
membeku dalam penantian.
Hujan deras nian siang ini,
membasuh luka-luka disekujur
tubuhku,
mengalirkan amis dendam
yang tak pernah kunjung
padam.
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
25 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
BOSAN
Aku merasakan kejengahan
kebosanan yang teramat sangat.
Ruang kosong hampa tak
bermakna,
dan waktu yang tersisa
begitu lambat kurasa.
Detik, jam, minggu, lambat
merayap,
hingga tuntas masa pidanaku
merangkak pelan menguji sabar
dan ikhlasku atas garisan
tangan
yang telah Kau tetapkan,
aku masih saja memanggilMu Tuhan.
Bosan atas apa yang ku lalui,
siklus hidup statis sepi
definisi.
Aku terus mengadu padaMu
atas takdir yang tak pernah
ku mau.
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
25 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
BUDAK DAN WAKTU
Tak perlu menjadi budak
untuk kepentingan orang lain,
Jadilah Tuan untuk dirimu
sendiri.
Aku tidak akan pernah menjadi
Budak
dan aku tidak akan pernah
menjadi Tuan,
karena kita memiliki derajat
yang sama
dihadapan Tuhan.
Mengawali bincang pagi ini
tentang manusia menjual
manusia,
tepatnya tentang manusia
memangsa manusia.
Manusia menjadi serigala
pemangsa
terhadap sesamanya,
terhadap mahluk lain; hewan,
tumbuhan,
bahkan Tuhan pun mereka
makan.
Korupsi itu membunuh Tuhan,
Gratifikasi itu membunuh
Tuhan,
Memfitnah itu membunuh Tuhan,
Berbuat curang dan tidak adil
dalam proses peradilan itu
mermbunuh Tuhan.
Tuhan kalian bunuh dan Tuhan
pun klaian campakan.
Manusia…
Kau sangat rakus rupanya,
saling memakan kau anggap
sebagai kebiasaan,
Saling memanfaatkan kau
pahami sebagai tardisi.
Hidup tidak seliar itu kawan,
ada etika dan moralitas yang
harus kita jaga,
bahkan binatangpun tak serakus
yang kau kira.
Binatang tak punya tabungan,
deposito, investasi haram, bahkan proferti mewah seperti dirimu. Engkau
memiliki segala meski dengan cara yang tak wajar dan di luar nalar sebagai
manusia.
Kau mungkin telah lupa kawan,
Kerakusanmu pada akhirnya
akan pula dilumat
oleh waktu sang Maha Rakus.
Engkau telah diperbudak oleh
waktu,
Bisik syahwatmu itu yang
selalu kau jadikan Tuanmu,
Waktu adalah kerakusan yang
sebenarnya.
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
28 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)
SINTHA - KU
Rembulan malam,
lama nian ku tak pandangi
paras indahmu.
Hanya sayup nun jauh disana,
lirih suaramu melantunkan
nada asmara bersama
sepoi angin dingin
dipenghujung Desember.
Kau indah bak permata,
kilau cahaya dalam gelap
gulita.
Aku merindumu dengan
sebenarnya,
atau mungkin aku telah
mencintaimu
tanpa kau tahu itu.
Jelita Pelita Jiwa…
Aku memujamu hingga habis
kata
dalam kamus hidupku.
Aku memanjakanmu,
menaburi dirimu dengan kilau
cahaya,
meski aku kerap terjaga
hingga pagi buta,
dan gelap pun tiba.
Aku hampir redup dan terlupa,
karena cahayaku telah terbagi
denganmu rembulan malamku.
Kau seperti Dewi Sintha,
Karena ku memaknaimu begitu
rupa.
Bukan kareka kau elok
rupawan,
lebih dari itu kau
teristimewa sebagai wanita,
engkau telah menjeratku dalam
kerinduan tak bertepi.
Aku tak pantas menjadi Sri
Rama,
karena ia terlalu halus
pekertinya,
dan tidak berani mendua.
Aku layaknya Rahwana Sang
Dasa Muka,
yang terus berjuang demi
mendapatkan
Cinta mulia Sang Dewi Sintha.
Rembulan Malam…
Kaulah Sinthaku yang sesungguhnya.
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
28 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)
AMARAH
Sejak dari kemarin…
ada banyak amarah yang tertahan,
entah kepada siapa harus ku
curahkan.
Kesal, benci, dan dendam
mewarnai isi batok kepala
sejak semula.
Kesabaran kerap kujadikan
alasan
atas kelemahan dan
keterpurukan.
Jujur saja, bergidik saat
kusaksikan
pesta pora anjing-anjing
penjaga.
Anjing pemburu kesal menunggu
waktu,
mencari cara agar luka tak
terus menganga,
hingga siap tuk berburu lagi
hingga jera.
Marah kepada siapa saja
dan kapan saja, adalah
perkara mudah,
namun marah kepada orang yang
tepat
dan pada waktu serta tempat
yang tepat,
ternyata bukanlah hal mudah.
Aku berharap marah tanpa
menyakiti,
Membenci tanpa harus memaki,
Mendendam tanpa harus geram,
marah yang tertahan.
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)
SIMPONI PAGI
Nadaku tak berirama lagi
kini,
senandung tak lagi merdu
kurasa,
dendang lenggok tak seelok
dulu.
Simponi pagi ini
kehilangan makna yang
seharusnya.
Kata tak lagi merangkai rima
yang melahirkan makna.
Syair telah pula kehilangan ruhnya
sehingga hampa terasa.
Kekalutan jiwa kian membara,
kebencian kian menjadi dalam
hati.
Simponi pagi ini mengalun sedih,
karena biolaku retak tak berdawai lagi.
Nada-nada liar mencipta
gelisah dan amarah.
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)
SEPI BUMI
Biarkan Bumi dalam ksendirian,
terpuruk, sepi dan membenci.
Tak perlu Sepoi angin
dan gerimis hujan
yg hanya melenakan perasaan.
Angin badai dan gelombang
samudera
jauh lebih bermakna,
karena ia riuh, hidup, dan
Bergelora.
Bumi kini hening dlm
kekalutan jiwa,
ia terus membaca segala
derita,
kini, esok, dan nanti !
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)
MENGAJI
Siang ini ku belajar kembali,
bersama kawan
dan rekan pesakitan.
Kitab kuning menjadi
kekhasan,
bahan pembelajaran
sepanjang zaman.
Pengajian kali ini,
menamparku dalam angkuh
kebencian.
Bumi tak berhenti berputar
meski banyak yang tak peduli,
Rembulan malam setia dalam
temaram
meski harus kesepian,
Mentari terus saja menyinari
meski ia dicaci dan di maki.
Aku hanya manusia biasa
dalam resah.
Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)
TERLUNTA
Asa
ini terpenjara sepi,
menggantung
di sela-sela
jeruji
besi.
Cita
ini centang perenang,
terpasung
terkurung dalam
gelap
dan terang.
Cintaku
bergairah,
Mekar
berbunga dalam
bias
fatamorgana,
atau
mungkin Cinta Platonik
yg
sulit diungkap melalui kata.
Jiwaku
terlunta mengembara,
menyusuri
ruang imajinasi tak bertepi.
Kuyakin
esok pagi mentari bersinar lagi,
cericit
burung pipit di sela-sela dahan
setia
menyambut pagi,
dedaunan
dan ranting riuh
bersama
sepoi angin dingin Januari.
Aku
yang terlunta,
larut
dalam labirin kehidupan,
penat
menanti godot,
berharap
tak lupa jalan pulang.
Kembali
dalam pelukan,
dekap
hangat Bidadri Syurga.
Terali Besi Tua
Cinta Menjelang Senja YN
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
PAGI JANUARI
Deret lima Pohon Sukun,
Tegak kokoh tak bergeming,
masih setia di tempat yang
sama.
Pucuknya menjulang menusuk
langit
gerimis pagi.
Januari tahun ini,
Mengawali kegelisahan dan
juga harapan.
Gelisah tetang rumput hijau
dalam genangan,
risau atas jalanan yang tak
lagi nyaman.
Besar harapan,
tanah ini memberikan
kehidupan,
tak lagi sepi dalam keriuhan.
Pohon Sukun,
menjadi pertanda matinya
angkara.
Sukun menafsir kematian
dalam kelaziman.
Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
DERET KE-TIGA
Aku deret ke-3
dari segala pertanda,
tiga selalu menjadi
istimewa,
karena Tuhanpun
suka atasnya.
Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
MUNGKIN ARJUNA
Darah Pandu Dewanata
Sang Ksatria Hastina,
mengalir deras di tubuh ini.
Takdirku harusnya
selalu menjadi harmoni,
atas keseimbangan
pemikiran, jiwa, kata dan
laku.
Akulah deret ke-tiga,
Trah keluarga Pandawa.
Tabah dalam berjuang, sabar
dan pantang menyerah kalah.
Aku, Seharusnya…
sempurna dalam ucapan dan
tindakan,
adil atas setiap keputusan,
bijaksana atas segalanya.
Padang Kurusetra dalam epos
Mahabarata
menjadi cermin bahkan kaca
benggala
yang pintar membaca segala,
juga takdirku bersama akar
rumput
menegakan panji-panji Tuhan,
usai pula engkau terka.
Mungkin saja aku memang
Arjuna,
dan kau tak perlu
tertawa.
Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
MENDUNG
Mengalun berirama firmanMu di
pagi ini,
bukan hanya sekedar merapal
doa
dalam kemas khusyu
istighosah,
karena ia pasti tak bermakna,
kuyakin lebih dari itu,
lebih dari sekedar menalar
ayat Tuhan.
Riuh dzikir orang-orang
buangan,
menjadi pertanda perubahan
melalui pertobatan yang
melelahkan.
Langitpun mendung,
mentari tersaput mega jelaga,
rintik hujan tak tretahankan,
kembali membasahi bumi,
seperti awal pagi Januari lainnya.
Tunas dan kuncup di sela
ranting pohon,
menjadi awal dari sbuah akhir.
Kehidupan harus terus brjalan
mendung tak seharusnya
mnejadi alasan untuk
berhenti melakukan
perlawanan.
Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
KAMU CINTAKU
Gairah mudaku menghentak,
saat menatapmu tajam dalam
temaram,
Senja di ufuk barat hilang
sirna di peraduan,
lembayung pun lenyap tersaput
awan hitam.
Aku termangu berulangkali
menatapmu,
sendu...
Meski tubuhku ringkih,
kerinduanku padamu tak pernah
padam
bahkan semakin menggila saja.
Kamu mengispirasi dan
teristimewa.
Bunga syurgaku, terimakasih
kau telah merawat hati dan
nalarku
agar tetap menjadi manusia.
Mencintamu adalah puncak dari
kesadaran yang tak
lekang oleh waktu.
Terali Besi Tua
“Kerinduan yang Tersekat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
PERMAINAN
Telanjang mata,
semua kusaksikan dengan
jelasnya.
Semua hal di tempat ini ada
harganya,
“tidak ada makan siang yang
gratis”
itu ucapmu, dan aku tertawa.
Kebebasan dirampas atasnama
hukum dan kewenangan negara.
Harga diri bukan barang mewah
lagi,
semua sudah terbeli dngan
sangat murah,
dan aku hanya bisa tertawa.
Semuanya hanya permainan,
tak ubahnya lakon ketoprak
humor
yang menggelikan, ada peran
utama,
piguran, bahkan punakawan.
Telanjang moral,
dan aku hanya bisa tertawa,
kecut.
Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
CINTA ORANG-ORANG
TERBUANG
Cintaku…AdYNdA
Aku sekarang terbuang, aku
kini manusia sisa-sisa.
Jelita Penentram Jiwa, kaulah
keindahan kesempurnaan
yang tak tergantikan.Kaulah
kelembutan Bidadri Syurga
yang disegerakan Tuhan
untukku.
Pastinya, terbatas kata dalam
kamus hidup manusia,
untuk mengungkap rasa cinta
padamu Bunga Syurgaku.
Kau Ratu dalam istana harapan,
Kaulah Bidadari dalam hidup
dan matiku,
Engkaulah kehormtanku sebagai
lelaki.
Aku rapuh tanpa hadirmu,
aku mungkin saja tersesat tanpa cahaya penerang
yang selalu kau nyalakan
dalam gelap pikirku,
bahkan mungkin saja binasa
tanpa belai lembut
jemari cantikmu di pundakku.
Cantik Pujaan hatiku…AdYNdA
Sering kupinta dalam doa
sepiku di sepertiga malam…
“Tuhan jangan Kau pisahkan
kami
atas dalih apapun, atasnama
siapapun. Jadikanlah kisah kasih kami sebagai uswah untuk anak cucu kami kelak.
Tuhan, berkahi kami dengan
segala kecukupan, dan abadikan kasih sayang kami berdua dalam syair lagu para
pujangga. Tuhan, bila waktunya telah tiba kembali kepadaMu, biarlah aku
terlebih dulu mengatup mata tutup usia. Karena pasti ku tak sanggup hidup
sendiri tanpa hadirnya AdYNdA di bumi ini.
Tuhan, pertemukan kembali kami
di JannahMu kelak.”
Bidadari Syurgaku…AdYNdA
Betapa aku merindumu kini dan
selamanya.
Aku belajar banyak darimu
tentang
keabadian cinta, kasih
sayang, perjuangan,
kesabaran, ikhlas, dan
pengorbanan.
Kaulah pendidik yang
sebenarnya,
aku belajar darimu tentang
segala kebaikan.
Aku adalah sayap-sayap patah
tanpa kecup hangat bibirmu,
Aku hanyalah butiran debu tersapu
angin tanpa bisik lembutmu,
Aku tak lebih dari lelaki
lemah tanpa belai mesra jemari lentikmu,
Aku bukanlah siapa-siapa
tanpa pengorbananmu selama ini.
Aku mencintaimu tanpa syarat,
karena separuh aku adalah
dirimu…Bunga Syurgaku.
Terali Besi Tua
“Ada Cinta Sejati dibalik
Terali Besi”
08 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
TAK TERGANTIKAN
Izinkan aku…
untuk selalu menyayangimu
sepanjang usiaku,
melindungimu dengan segenap
jiwa dan ragaku,
menjadikanmu nyawa
dalam tubuhku,
detak dalam jantungku,
hembusan dalam nafasku.
Izinkanlah aku untuk terakhir
kalinya
memuliakanmu di akhir sisa
hidupku,
sekuat yang aku mampu.
Kamulah perempuan keindahan
yang tak tergantikan.
Terali Besi Tua
“Ada Cinta Sejati dibalik
Terali Besi”
08 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
PAK TUA
Lemah tubuhmu dimakan usia,
gerakanmu tak lagi lincah
seperti dulu,
engkau melambat dan merapuh.
Beban hidup yang kau jalani,
seharusnya tak perlu kau
tambah
dengan kenikmatan semu itu.
Kau pasti mananggung sesal
kini,
karena terhukum dan
kehilangan harga diri.
Aku sejujurnya iba padamu,
iba atas nasib orang2
sepertimu.
Engkau mencoba tegar dibalik
getar kakimu,
kau berusaha untuk tetap
terjaga
meski kedua matamu telah
layu.
Pak Tua…
Tempatmu bukanlah di sarang
ini,
Bukan pula di bilik knikmatan
yang menjadikanmu pesakitan.
Engkau harus nyaman di Rumah
Tuhan.
Terali Besi Tua
“Human Interest”
09 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
TERPENJARA DUSTA
Aku kini larut dalam iklim penjara,
menjadi bagian sejarah di
dalamnya.
Menemani beragam gelisah,
dan harapan-harapan bias masa
depan.
Aku menikmati kehidupan bui,
tanpa tangis dan sesal lagi.
Kendati hati masih meragu
atas takdirmu,
ku mencoba tegar di atas bara
api kedustaan
yang kau semburkan kedalam
jiwaku.
Aku terpenjara dusta,
manusia-maanusia tak
berkepala.
Aku meringis pilu
dalam cengkram penguasa
jahanam.
Terali Besi Tua
“Human Interest”
10 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
TAKUT MENCINTAIMU
Aku tak pernah mengundangmu
hadir dalam relung jiwa,
tak pernah ku berharap
bertemu denganmu sedikitpun.
Kecantikanmu hadir begitu
saja,
memaksa hati tuk mencinta,
memaksa rasa tuk saling
berbagi.
Meski kau tak meminta itu,
karena ku tahu…
kau bukanlah bunga yang mudah
gugur dan layu.
Kau simbol keabadian cinta
para pemuja keindahan,
engkau kilau cahaya dan
teristimewa.
Dalam lubuk hati terdalam ku
harus jujur,
aku gelisah mencintaimu,
karena kasih ini adalah…
rasa yang tepat di waktu yang
salah.
Aku takut tuk berbagi hati
dan menyakiti.
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
14 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
PUISIKU KAMU
Saatku terjatuh…
Ku selalu mengingatmu
terus dan terus.
membayangkanmu hadir setia mendampingku,
mewarnai hidup ini dalam
lelap dan terjagaku,
kau cahaya di atas cahaya.
Saatku terjebak dalam pengap
dan keputusasaan,
Kau berikan aku berjuta
harapan kemuliaan.
Dikala hati tak riang lagi,
terbelenggu terali besi,
kau selalu hadir dalam ruang
imajinasi
dan menginspirasi.
Lekat dalam ingatan, erat
dalam genggaman
engkau tak mungkin
tergantikan.
Aku kini mendambamu dan akan
selalu begitu
dalam hidup dan matiku.
Kerlip Bintangpun tahu aku
merindu,
Rembulanpun turut kasmaran
atas perasaan,
dan gerimis hujan menjadi
saksi atas kesungguhan hati,
aku selalu merindukanmu…Cinta.
Hingga tiba lelahku, akan
terus ku tulis untukmu,
tulisan-tulisan indahku yang seperti
dulu,
pernah warnai dunia
puisi indahku hanya untukmu…
karena puisiku adalah kamu.
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
14 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
MATAMU
Indah nian matamu…
bening
teduh
menginspirasi
menentramkan.
Cahya
matamu
adalah
matahari kehidupan, pelita dalam kegelapan,
yang
menuntunku tuk terus bertahan.
Indah
tatapmu adalah rembulan malam dalam temaram.
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
14 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
SUBUH
Adzan Subuh berkumandang,
Tuhan mnyeru bersahutan,
dan alam rayapun bertakbir riuh.
Kembali menyusuri garisan tangan,
menapaki jalan takdir,
menyambut harapan di sudut-sudut gelap penjara,
rintik hujan, dan bening embun di ujung
ranting...
Aku msih terus mencari kepingan2 hati yg terpendar
sejak sepertiga malam tadi.
Terali Besi Tua
“Ada Cinta Sejati dibalik
Terali Besi”
09 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
SENYUMANMU
Hadirmu tak pernah
kuduga,
Kau datang dan tersenyum
bersama
cerah mentari siang ini.
Riang
sikapmu membius tatap pandang
setiap
lelaki di Rumah Tuhan.
Kamu
Perempuan berkerudung biru,
menggoda
imanku juga mereka
yang
kini haus akan belaian dan kecupan.
Perempuan
berseragam biru,
senyumanmu
ku suka itu,
kaulah
serpihan dari kesmpurnaan
dan
kebahagian yang kini hilang.
Jangan
pernah ada angkuh
dalam
sikapmu cantik…
karena
itu melukai setiap lelaki
yang
mengagumimu,
sungguh…
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
16 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
MEMBUNUH
WAKTU
Lelahku
menghitung hari,
Jemari
tak lagi mampu menari
berhitung
atas rangkaian hari-hari sepi.
Mata dan telinga ini telah
jengah rupanya,
bahkan sekujur tubuh ini
tak lagi mau berkompromi,
lunglai diterpa keegamangan.
Aku memang bosan bergelut dg kalut
penjara
Membunuh waktu dengan beragam
cara.
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
16 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
DELAPAN PURNAMA
Delapan purnama akn kulalui
dg rasa cinta dan benci.
Keduanya menjadikan dunia ini
bih hdup dan brapi2.
Bahkan bumi dan langit pun
mjdi abadi
Krena keduanya brjlan
beriringan
meski tak mungkin brsatu.
Cinta dan kebencian hanyalah
perasaan,
ia datang dan pergi sesuka
hati.
Aku adalah api kemarahan atas
dusta2 Pnguasa,
sekaligus embun penyejuk
atasmu
yg mncukupknku dg klmbutan.
Namun, Luka ini sulit
terobati
karenanya kini aku terus
mbnci.
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
PUNCAK KESADARAN
Membunuh perasaan yg telah
tumbuh
dan mngkar buknlah hal mudah.
Membuang rasa suka atasmu
yg mewakili masa silamku
bukan pula hal yg gampang.
Kalaupun kulakukan tuk
melupakan
semua yg telah tumbuh dan
mnyatu dlm bathin,
aku pasti dlm ktidaksdran.
Menyayangimu adalah puncak
ksadaranku sbg mnusia...
Bidadari Syurga dlm Remang
Rembulan Malam,
Cintaku kini tak lagi
disimpang Jalan !
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
PERGILAH
Dan ketika perasaan
terabaikan,
jgn kau salhkan hadirnya cahya baru
yg lbih kmilau dan
menyejukkan
aku yg kini tngah glisah.
Meski kusdari hadirmu dulu
menyempurnakan SGLA
ktrbtasan.
Engkau tak pandai menimbang
rasa,
kau cmpakkan aku yg tengah
terpuruk
dlm belantra kesunyian...
kau tak ckap membaca isyarat
gelisahku malam ini.
Pergilah menjauh dari
pikiranku.
Bumi kini terlanjur mebnci,
Krena hadirmu bukn lgi air
pnyejuk
pnghpus luka dan dahaga...
Jeruji Besi mjd tman sejati,
iapun tahu hatiku tercabik
smbilu,
luka mnganga.
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
DERITA
Sempurna sdah penderitaan...
biarknlah aku selmanya dlm kesndirian,
Aku kcewa pdamu mlam ini...
Hati ini Sulit terobati atas
sikapmu padaku.
Kau tak lbih baik dri mwar
brduri
di tengah Blukar yg ku petik
pagi tadi !
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
KECEWA
Esok pagi, sore nanti,
hingga waktu yg tak mampu ku
hitung lagi...
kau tak perlu brbasa basi
lagi padaku...
dan aku pun tak hrus
mengingatmu
dg spnuh hati...tidak.
Aku kan mencari jalanku
sndiri
dan kau pun pergilah kmnapun
engkau mau.
Dalam suluh amarahku mlam ini,
aku menuai kcewa atasmu.
Aku tak perlu lagi brhrap bayak
tentangmu,
pergilah dan lupakan semua
ttg hrapan serta kemuliaan di
masa depan.
Aku kcewa atas sikapmu.
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
DASAR PEREMPUAN
Hawa...
kalian sulit aku pahami dg
logika,
hatipun tak cukup ruang utk
memahamimu
karena kau tentu tak mau
dimadu.
Sesak dada ini mngikuti
ritme yg sulit kuterka,
pupus harapan atas kedunguan
yg kau lakukan.
Takdirmu memang tidak tegak
lurus,
karena tulang rusuk Adam mjd
awal
atas pnciptaanmu.
Rusuk itu dkt dg hati, dkat
pula dg lengan,
tulang rusuk buknlah tulng
punggung,
itu yg ku phami tentangmu.
Aku memanjaknmu semampuku,
kau balas dengan ktidakacuhan
dan kebebalan,
dasar kau memang Perempuan !
Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)