Jumat, 09 Juli 2021

Pabrik Skala Besar Jadi Sasaran Sidak Bupati Cianjur Dalam Penerapan PPKM Darurat




Cianjur, journalnews.co.id - Dalam rangka inspeksi mendadak PPKM darurat, yang di berlakukan pemerinrah pusat sejak tanggal 03 - 20 Juli 2021, Bupati Cianjur H. Herman Suherman, yang di dampingi oleh unsur Forkopimda telah melakukan sidak ke berbagai pabrik yang berada di wilayah kabupaten Cianjur, pada hari Selasa kemarin (06/07/2021).


Kali ini yang kena sidak adalah PT. Pou Yuen Indonesia dan PT. Fasic, yang berada di jalan raya Bandung km 11, termasuk di wilayah kecamatan Sukaluyu, Cianjur.

Bukan tanpa alasan Bupati melakukan sidak ini, berdasarkan informasi, Cianjur termasuk kabupaten di Jabar yang harus menerapkan PPKM skala mikro darurat, dimana saat ini masih menunggu intruksi dari pemerintah pusat, sekalipun masih berada di zona orange, namun tidak ada salah untuk waspada, mengingat zona merah di provinsi Jabar terus meningkat.

Dalam Sidak ke PT. Pou Yuen Indonesia, Bupati menemukan pelanggaran, "yaitu kalau 50 persen dari jumlah pekerja sudah oke, tapi dalam pelaksanaan prokesnya belum sesuai, bukannya satu gedung kosong, satu gedung terisi, tapi harus terisi -
Kuota 50 persen tercapai juga, sehingga tercapai jaga jarak dan prokesnya tetap di perketat, jika melanggar aturan tentu saja akan kena sanksi sesuai aturan yang berlaku selama pandemi ini, bukan hanya selama PPKM, pengawasan dan pemantauan terus di lakukan agar tidak terjadi penularan covid-19," jelasnya.

Bupati menegaskan, "masih ada perusahaan yang belum melaksanakan PPKM Darurat covid-19, dengan dalih masih mengejar target produksi, untuk memenuhi order dan diperlukan waktu untuk mengatur jadwal kerja pegawai, itu bukan alasan, aturan tetap harus diikuti, kan hanya sampai tanggal 20 Juli, tidak lama," ujar Bupati.

Semua perusahaan harus ikuti aturan PPKM darurat, jika tidak sanksi akan di berikan, prokes dan aturan Wfh 50 persen harus di jalankan, kalau tidak, sanksi melanggar PPKM Darurat akan di berikan," Tegasnya. (All 65/Pul)

Senin, 05 Juli 2021

Alhamdulillah, Ranting NU Se-Kecamatan Pacet Cianjur Dilantik

 



CIANJUR, mediainsancita.com: Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Se-Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur hari Ahad (04/07/2021) resmi dilantik oleh Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cianjur KH. M. Choirul Anam MZD. 


Kegiatan ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Falah, Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet yang juga merupakan pondok pesantren yang dipimpin oleh Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Pacet KH. Dadang Faried. 


Adapun yang dilantik adalah 7 desa yang meliputi Desa Cibodas, Ciherang, Cipendawa, Ciputri, Gadog, Sukanagalih dan Sukatani serta dihadiri oleh unsur Forkopimcam, Ketua Tanfidziyah PCNU Kab. Cianjur KH. M. Choirul Anam MZD, Kepala Sekretariat PCNU Kab. Cianjur Parhan Abdul Latif dan seluruh kepengurusan MWCNU Kecamatan Pacet. 


Menurut Ketua MWCNU Kecamatan Pacet KH. Dadang Faried dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk rasa syukur, juga sebagai bukti bahwa kepengurusan di wilayah kecamatan tersebut masih tetap solid, dibuktikan dengan terbentuknya dan dilantiknya kepengurusan di tingkat ranting atau desa secara lengkap. 


Ia juga menambahkan bahwa kecamatan Pacet merupakan kecamatan yang basis ke-NU-annya tidak diragukan lagi, terutama di wilayah kabupaten Cianjur bagian utara dibuktikan dengan adanya lembaga baik pemerintahan maupun swasta yang bekerjasama dengan NU. 


Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cianjur dalam sambutan dan juga memberi pembekalan kepada pengurus yang baru di lantik menyampaikan bahwa lahirnya NU membawa dua amanat yakni amanat keummatan dan amanat kebangsaan, sehingga apabila kedua hal tersebut dapat diaplikasikan oleh pengurus baik di tingkat atas maupun tingkat bawah ia meyakini bahwa NU akan seutuhnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Wandi/ Jack)

Kamis, 25 Maret 2021

Cabai Mahal, Lembaga Pengembangan Pertanian NU Cianjur Ajak Masyarakat Tanam Sendiri



Cabai Mahal, Lembaga Pengembangan Pertanian NU Cianjur Ajak Masyarakat Tanam Sendiri


Cianjur/ journalnews.co.id: Ikhtiar Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Kabupaten Cianjur untuk memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan pangan seperti cabai adalah mengajak masyarakat menanam sendiri dengan memanfaatkan lahan pekarangan. Menanam ini bisa dilakukan dengan mengupayakan lahan pekarangan sebagai sumber pangan berkelanjutan. Tujuannya untuk meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan serta pendapatan. Tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga, tetapi jika hasil panen melimpah juga bisa dijual untuk menambah pendapatan.


Hal ini sebagaimana disinggung oleh Kusnadi Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Kabupaten Cianjur yang dihubungi via pesan whatsapp Kamis, 25 Maret 2021. Ia mengungkapkan dengan menanam cabai, masyarakat tidak perlu membeli cabai ke pasar, karena bisa panen sendiri.




"Kami mengajak masyarakat menanam cabai atau sayuran sendiri di pekarangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Kalau setiap rumah tangga melakukan penanaman cabai di pekarangan masing-masing 5 pot saja, pasti tidak akan sulit memenuhi cabai, karena tinggal petik." Ungkap Kusnadi.


Lanjut Kusnadi untuk meredam meningkatnya harga cabai, pemanfaatan lahan pekarangan hendaknya bisa terus disosialisasikan. Upaya itu dilakukan oleh LPPNU Cianjur bersama dengan dinas terkait di masyarakat.


"Jangan biarkan lahan kosong begitu saja. Tapi ditanami aneka tanaman, nanti akan dipetik hasilnya dan bisa untuk konsumsi keluarga". Imbuh Kusnadi


Petani muda bernama Muhamad Arifin yang beralamat di Kampung Tambak Baya, RT 01 RW 07 Desa Cipetir, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur mengaku bahwa tanaman cabai mudah dibudidayakan. Jika dipelihara (dipupuk, diberi obat anti hama), cabai rawit sudah mulai berbuah dan bisa dipanen setelah berumur 2-3 bulan. Umur tanaman cabai rawit bisa mencapai 12 bulan dengan frekuensi panen 15-18 kali.


Masih menurut Muhamad Arifin, upaya menyosialisasikan pemanfaatan lahan pekarangan dan gerakan budidaya cabai secara serentak, hendaknya bisa diinisiasi di semua daerah, dengan budidaya ini diyakini bisa meredam naiknya harga cabai.


"Kami LPPNU Kabupaten Cianjur beserta dinas terkait terus mensosialisasikan budidaya ini, karena manfaatnya sangat dirasakan bagi keluarga. Pangan tercukupi, bahkan bisa mendapat tambahan penghasilan dengan menjualnya," tutup Muhamad Arifin. ( Wandi R)

Sabtu, 18 Januari 2020

PUISI PERLAWANAN




PECUNDANG SEJATI

Benar saja pikir ku ini,
kau memang bukan manusia bijaksana,
kau benar-benar pecundang
atau mungkin saja
manusia setengah binatang.

Empat masa berlalu
kau tak berani menatapku,
jangankan kau hadir tuk mengungkap tabir,
menghampiriku saja kau tak mampu.
Jika begitu adanya,
untuk apa kau mendusta kata-kata hampa,
menebar isu seolah kau tertipu,
kau tebar jala muslihat jahat ditepian lautan,
kau lupa akan pijakan,
tebing curam mengancam
siap menelanmu kapanpun Tuhan mau.

Sekali lagi kutegaskan kepadmu
bahwa kau memang penguasa
bermental pecundang.

Kau korbankan kebebasan mereka
yang ikhlas menebar kebaikan
di Tatar Wiratanudatar,
kau hinakan mereka
dengan kuasa semu mu itu,
kau kira kau menang
dan akan Berjaya selamanya.
Kau salah besar kau tetap pecundang
dan selamanya akan
tetap menjadi pecundang.

Kami disini
dalam kubur lumpur yang kau timbun
adalah pejuang dan selamanya
akan tetap menjadi pejuang.

Rumah Penjara,
21 Agustus 2019
“Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)








AKU DAN TUHAN

Aku percaya Tuhan itu ada,
bukan karena ia mencipta segala,
melainkan ia kuasa untuk menjadikan
dirinya untuk ada.

Ada dengan sendirinya
karena Tuhan  maha kuasa,
tak perlu mencipta
apa yang kita maknai sebagai
tanda dan penanda, sebagai pertanda
bahwa Tuhan memang ada.

Ada adalah segala apa
yang dapat didefinisikan, bisa diidentifikasi
dan dapat pula diwacanakan.

Aku, kamu, dan mereka
ada dalam ketiadaan.
Tiada dalam keadaan,
kita dilahap oleh sang waktu
pada akhirnya dan tiada pada awalnya.

Aku, kamu dan mereka
adalah kreasi Tuhan yang paling sempurna,
tiada dengan sendirinya,
melainkan senggama menjadi perantara,
dua tubuh menjadi satu, dua rasa menjadi satu,
dua jiwa menjadi satu, kita semua satu dalam dua,
dua dalam satu dan itu yang menjadi pertanda
bahwa Tuhan memang ada.

Aku, kamu, dan mereka…
mahluk Tuhan yang katanya paling sempurna
sekaligus menjadi paling hina,
kita manusia tercipta
dari satu bahan yang sama,
aku adalah air,kamu adalah air,
mereka semua adalah air,
kita semua adalah air pada bentuk
dan wujud yang berbeda,
suatu saat nanti, yakinilah
kita akan menguap bersama.

Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)



TEGAR

Terkurung dalam ruang sempit,
tercerabut kebebasan
sebagai manusia merdeka,
terpuruk dalam kehinaan
dititik nadir kemanusiaan.
Aku tetap tegar diambang batas kesabaran
selaku hamba Tuhan.

Hidup menapaki kaki langit,
menelusuri lorong waktu yang terus berlalu
tanpa mau menunggu,
berlari kencang bersama asa para jelata
yang merindu kesempurnaan.

Meski terseok dan hampir rubuh
ku tetap teguh disela angkuh
para penjilat dan kaum hipokrit.

Aku hanya menjalani
apa yang kau gariskan Tuhan,
aku berusaha sekuat tenaga yang tersisa,
tanpa mengeluh.

Meski sulit aku terus bertahan,
Melangkah gontai merangkak pelan.
Tertatih bangkit dan terjatuh,
di tengah badai fitnah kejimu itu.

Terus berulang dan berulang,
hingga ku tak tahu lagi
entah berapa ratus kali ku berhitung,
yang kutahu pasti…

angkuh dustamu adalah kehinaan
yang tak kan putus dirundung malang.
Tegar sikapku adalah kehormatan
yang memuliakan kehidupan
Kuyakin dengan segenap kesungguhan
bahwa Tuhanpun tahu…
jika aku tertipu kesalehanmu !

Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)




Jumat, 17 Januari 2020




KAMU CANTIK

Kau membuatku selalu rindu
menunggu waktu hingga lelahku.
Jinak-jinak merpati sifatmu,
lincah manja perbawaanmu
itu justru yang kusuka darimu.

Lama kunanti kabarmu hingga sore hari,
kau tak nampak meski mentari telah pergi,
atau mungkin kau kan hadir malam ini ?
berangkulan bersama rembulan malam,
menghampiri si pemuja hati.

Ku minta padamau dengan lirih,
cukuplah kau datang sendiri
tak perlu berpautan  
dengan sang rembulan,
karena wajahmu cukup rupawan.
Kuyakin rembulanpun iri
akan keelokkan parasmu.

Aku di sini setia menunggumu
hingga tak berbatas waktu.
Kamu adalah perempuanku,
dan jujur kusuka padamu…
kau tak perlu menjawab ya atau tidak,
karena aku tak butuh itu.

Aku hanya jujur padamu,
tentang tulus rasa ini,
rasa yang sulit kuungkap dengan kata-kata
melainkan untaian doa,
besar harapku,
kamu dan aku semoga menyatu
meski hanya dalam ruang dan waktu
yang tak menentu.

Rumah Penjara,
21 Agustus 2019
“Cinta Platonis”
Karya Sang Gembala (RM)










PECUNDANG SEJATI

Benar saja pikir ku ini,
kau memang bukan manusia bijaksana,
kau benar-benar pecundang
atau mungkin saja
manusia setengah binatang.

Empat masa berlalu
kau tak berani menatapku,
jangankan kau hadir tuk mengungkap tabir,
menghampiriku saja kau tak mampu.
Jika begitu adanya,
untuk apa kau mendusta kata-kata hampa,
menebar isu seolah kau tertipu,
kau tebar jala muslihat jahat ditepian lautan,
kau lupa akan pijakan,
tebing curam mengancam
siap menelanmu kapanpun Tuhan mau.

Sekali lagi kutegaskan kepadmu
bahwa kau memang penguasa
bermental pecundang.

Kau korbankan kebebasan mereka
yang ikhlas menebar kebaikan
di Tatar Wiratanudatar,
kau hinakan mereka
dengan kuasa semu mu itu,
kau kira kau menang
dan akan Berjaya selamanya.
Kau salah besar kau tetap pecundang
dan selamanya akan
tetap menjadi pecundang.

Kami disini
dalam kubur lumpur yang kau timbun
adalah pejuang dan selamanya
akan tetap menjadi pejuang.

Rumah Penjara,
21 Agustus 2019
“Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)








AKU DAN TUHAN

Aku percaya Tuhan itu ada,
bukan karena ia mencipta segala,
melainkan ia kuasa untuk menjadikan
dirinya untuk ada.

Ada dengan sendirinya
karena Tuhan  maha kuasa,
tak perlu mencipta
apa yang kita maknai sebagai
tanda dan penanda, sebagai pertanda
bahwa Tuhan memang ada.

Ada adalah segala apa
yang dapat didefinisikan, bisa diidentifikasi
dan dapat pula diwacanakan.

Aku, kamu, dan mereka
ada dalam ketiadaan.
Tiada dalam keadaan,
kita dilahap oleh sang waktu
pada akhirnya dan tiada pada awalnya.

Aku, kamu dan mereka
adalah kreasi Tuhan yang paling sempurna,
tiada dengan sendirinya,
melainkan senggama menjadi perantara,
dua tubuh menjadi satu, dua rasa menjadi satu,
dua jiwa menjadi satu, kita semua satu dalam dua,
dua dalam satu dan itu yang menjadi pertanda
bahwa Tuhan memang ada.

Aku, kamu, dan mereka…
mahluk Tuhan yang katanya paling sempurna
sekaligus menjadi paling hina,
kita manusia tercipta
dari satu bahan yang sama,
aku adalah air,kamu adalah air,
mereka semua adalah air,
kita semua adalah air pada bentuk
dan wujud yang berbeda,
suatu saat nanti, yakinilah
kita akan menguap bersama.

Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)



TEGAR

Terkurung dalam ruang sempit,
tercerabut kebebasan
sebagai manusia merdeka,
terpuruk dalam kehinaan
dititik nadir kemanusiaan.
Aku tetap tegar diambang batas kesabaran
selaku hamba Tuhan.

Hidup menapaki kaki langit,
menelusuri lorong waktu yang terus berlalu
tanpa mau menunggu,
berlari kencang bersama asa para jelata
yang merindu kesempurnaan.

Meski terseok dan hampir rubuh
ku tetap teguh disela angkuh
para penjilat dan kaum hipokrit.

Aku hanya menjalani
apa yang kau gariskan Tuhan,
aku berusaha sekuat tenaga yang tersisa,
tanpa mengeluh.

Meski sulit aku terus bertahan,
Melangkah gontai merangkak pelan.
Tertatih bangkit dan terjatuh,
di tengah badai fitnah kejimu itu.

Terus berulang dan berulang,
hingga ku tak tahu lagi
entah berapa ratus kali ku berhitung,
yang kutahu pasti…

angkuh dustamu adalah kehinaan
yang tak kan putus dirundung malang.
Tegar sikapku adalah kehormatan
yang memuliakan kehidupan
Kuyakin dengan segenap kesungguhan
bahwa Tuhanpun tahu…
jika aku tertipu kesalehanmu !

Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)





FITNAH ITU LUKA

Ustadz bilang…
fitnah itu lebih kejam
daripada pembunuhan,
Kyai bilang fitnah itu keji
dan menghancurkan,
Emak bilang jangan jadi tukang fitnah
nanti kau masuk neraka.

Tuhan tak suka kepada Tukang fitnah,
ia akan mati dalam kesesatan,
api neraka akan melahap
tubuh si tukang fitnah,
ia akan menjadi kayu bakar jahanam
dan pasti kekal di dalamnya.

Ustadz, Kyai, Emak,
kalian memang benar aku terpapar fitnah saat ini,
dan jujur saja aku tidak suka karena fitnah itu luka.

Ustadz aku jujur padamu
ada penguasa yang pintar berpura-pura,
padahal ia tukang fitnah sebenarnya.

Kyai aku tulus memberitahumu
ada penguasa penjual simbol-simbol agama
padahal ia tukang fitnah juga.

Emak…
aku ikhlas atas takdir Tuhanku,
aku terus berjuang semampuku.
Aku difitnah oleh penguasa setengah kura-kura
yang sok berlagak dewa.

Emak…
si kura-kura itu tukang fitnah pastinya,
kalaupun ia tidak masukpenjara dunia,
kuyakin ia pasti masuk neraka,
benarkan Mak ?

Rumah Penjara
06 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)






KAMU LELAH

Adinda…
Kau lelah rupanya,
Kau sibuk berjibaku dengan aktivitas
kemanusiaanmu,
tak mengapa itu harus bahkan mulia,
dan membangun kualitas hidupmu.

Namun kaupun harus santai sejenak Dinda,
kejarlah asa dan citamu tanpa tergesa,
nikmatilah waktu senggang tanpa hati bimbang.
Menyegerakan apa yang kau impikan itu keharusan,
bersemangat atas giat kehidupan
memang harusnya begitu, namun kaupun berhak atas nikmat sehat yang Tuhan karuniakan.
Rawat dan jagalah nikmat sehatmu itu,
sebagai wujud syukur dan taatmu kepada Sang Khaliq.

Sehat itu mudah dan murah,
makan dan minumlah yang baik
serta bergeraklah sesuai dengan fitrahmu,
selaras dengan kesanggupanmu.
Sakit itu mahal dan memencemaskan  pastinya,
sungguh disinilah kualitas ikhlas dan sabarmu diuji.

Kerap kali ku berpesan padamu Jelita
dengan segala kecemasanku…
“ kapanpun dan dimanapun jagalah nikmat sehatmu itu “,
karena masih banyak hal yang harus kau tuntaskan dalam hidup ini, kita baru melangkah separuh jalan
bahkan mungkin kurang.

Adinda…
Karenanya tetaplah fokus
dan  tuntaskan misi kemanusiaan kita.
Ada banyak tugas mulia
yang menunggu sentuhan kreatif
untuk bisa kita tuntaskan bersama,
syaratnya kau harus sehat, jiwa dan ragamu…

Ruang dan waktu memang tak bisa menunggu,
namun sehatmu, itu yang kau perlu.
Beristirahatlah sejenak Dik
kau nampak lelah dan kuyakin Tuhan pun tahu
apa yang bergelora dalam jiwamu,
dalam fikirmu, beristirahatlah !

Rumah Negara
“Cinta Platonis”
31 Agustus 2019
Karya Sang Gembala (RM)
PUISI JIWA

Biarkan makna dan rima
dalam puisi ini bersahutan,
mencipta tafsir atas segala realita.

Bahagia ataukah berduka, senang ataukah kecewa,
tunduk tertindas ataukah bangkit melawan,
kesemuanya adalah pilihan pemikiran,
bukan takdir Tuhan, bukan pula keberanian yang tak beralasan, melainkan kepekaan terhadap kebijakan
si Tuan Polan yang kerap menindasku,
menindas kamu dan kalian Rakyatku.

Aku kecewa padamu wahai penguasa,
namun aku tidak pernah membencimu,
tidak pula memfitnahmu sebagaimana kau perbuat padaku,
aku tidak sejahat dirimu, tidak serendah itu,
yang kulakukan adalah kubebaskan angan ini melayang
jauh menerawang atas apa yang sudah
dan akan terjadi dikemudian hari…

Meski tubuh ini ringkih, terpenjara fitnah penguasa,
namun pemikiran, ide, dan gagasan,
akan terus meronta melawan sejadinya,
itu kulakukan karena kau telah menghinakan aku,
memaksa takdir Penjara yang seharusnya tiada ku jumpa.

Kau mungkin telah lupa,
dalam puisi-puisi jiwa yang kucipta di malam buta,
dihadapan Sang Maha Perencana,
banyak sudah tanda dan makna yang kukirim padamu,
pada mereka yang telah merampas
sisi kemanusiaanku merebut kebebasanku.

Tanda dan makna itu …
kini telah mewujud menjadi dinding tebal perlawanan,
menjadi pembeda antara penindas dan kaum tertindas.

Kau telah menggali kuburmu sendiri,
bukan aku tapi kamu dan gerombolan serigala laparmu itu.
Aku mendakwamu melalui puisi Jiwa
di atas bara api keculasan yang kau nyalakan…

Aku terus melawan,
bersama kebenaran yang terus kusuarakan,
Demi satu irama syahdu,
tembang lawas tentang pembebasan…!

Rumah Penjara
“Irama Perlawanan”
29 Agustus 2019
TERLAMBAT

Kau hadir disaat yang kurang tepat,
kau warnai hidup ini disaat ku tak sendiri lagi.
Meski hatiku mencinta, memuja dikau adinda,
jujur saja aku tak berdaya.

Ku mencinta Dia sang Bunga Syurga,
namun aku pun merindumu sepanjang waktu
Rembulan Malamku, kau berikan berjuta harapan
kebaikan dimasa depan.

Bagiku kau sempurna, kau memenuhi hasratku,
kau perempuan yang ku idamkan sejak masa silam.

Memanglah benar aku tak muda lagi,
akan tetapi aku juga tak cukup tua untuk terus menjagamu, mencintamu dengan segenap hatiku.

Kau hadir dalam ruang jiwa begitu saja,
Tuhan telah menggariskan perjumpaan kita.
Kau belajar dan akupun mengajar
sebagaimna harusnya.

Namun tahukah  engkau
duhai sang rembulan malamku?
Dari pertama bertemu, kau telah menarik hasratku,
mencuri tatap dan jiwaku hanya padamu,
kau tuntas menawan hasrat kelelakianku.

Rembulan Malam,
kau memang belia,
usiamu masih teramat muda
untuk merasakan keintiman itu.
Tetapi, kuyakin kau cukup cakap
menangkap isyarat hasrat hatiku padamu.

Memang mungkin,
kita tak cukup tepat
untuk menjalin erat hasrat ini,
namun kaupun harus tahu
tak ada kata terlambat
untuk saling mencinta
dalam rumus hidup manusia.
Kau memang harus tahu
bahwa aku mencintaimu seutuhnya.
Adinda sungguh kau teramat istimewa.

Jeruji Besi Tua
“Storm Romance”
26 Agustus 2019
Karya Sang Gembala (RM)

AKU KECEWA

Tadi malam Aku rindu suaramu sungguh…
Ku hanya butuh getar suaramu saja tak lebih.
Karena kau berkata akan bercerita
tentang segala peristiwa,
dan kau pula yang berjanji
akan berbagi kata,
“nanti” itu ucapmu.

Mendapati pesan itu
aku tersenyum bahagia.
Karena di malam nanti
ku kan dengar suaramu,
suara cantikmu yang pintar
mendendang syair dan lagu,
sungguh ku rindu itu.

Kuingin berbincang denganmu,
berdialektika tentang segala rasa yang ada.
Malam tadi disisa letihku mengurai hari
ku coba memberanikan diri,
menghubungimu dengan kata singkatku,
maksud mendengar untaian kata indahmu,
namun kau tak mau diganggu
dengan alasan akademikmu.

Aku mafhum itu tak mengapa,
biarkan kerinduan akan getar suaramu
terbang bersama angin malam,
menguap bersama anganku
yang terus kutorehkan dalam goresan
pinsil cantik yang selalu setia
menemani hingga kini.

Dan…Jujur saja,
pinsil mungil ini jauh lebih mengerti
daripada ceceran hati di ruang sunyi.

Jeruji Besi Tua
“Storm Romance”
05 Sep 2019
Karya Sang Gembala (RM)









NARAPIDANA

Engkau terhina di mata manusia,
kau berdosa dan terbuang,
kau sampah yang tak bernilai rupiah,
kau manusia sisa dalam kubangan lumpur dosa,
itu sangka mereka padamu.

Meski sebenarnya engkau tidak begitu,
tidak semuanya seperti itu.

Sabar agar kau tetap tegar,
ikhlas agar kau tidak memelas,
tawakallah karena Tuhan tidak tidur,
dan jika memang Tuhan tertidur pulas
maka tinggalkanlah…
ia tak pantas untuk kita sembah,
karena ku tak suka Tuhan yang seperti itu.

Tuhanku, Tuhanmu, Tuhan mereka
adalah Tuhan kita yang maha melihat
dan maha mendengar
atas setiap pinta hambanya yang berserah diri,
dalam lantun doa-doa narapidana yang teraniyaya.

Aku sang terdakwa,
terhina atas fitnah sang penguasa durjana,
aku terus berhitung, menakar, mengukur
setiap peluang agar keadilan tegak di Tatar ini.

Kau karibku, Si Narapidana…
Bergegaslah taubat dengan sebenarnya,
bangkit dan lawan kedzaliman,
luruskan shaf rapatkan barisan.

Dia…
si Empunya kuasa,
selalu saja merasa paling mulia,
penguasa yang alfa akan Tuhan.
Bagiku…
Engkau manusia setengah binatang
yang lupa jalan pulang !


Jeruji Besi Tua
“Orang-orang Terbuang”
23 Agustus 2019
Karya Sang Gembala (RM)



EMBUN PAGI

Lepas pandangku
menatap liar disela sekat besi berkarat.
Di luar jeruji tua,
nampak kilau embun pagi
di ujung ranting dan dedaunan,
lambat menetes di atas tanah kering,
tanah pertaubatan,
tanah harapan,
para pesakitan dan penjahat kambuhan.

Sejuk embun pagi
di atas tanah kering pagi ini,
merambat pelan ke inti bumi,
meski hanya tetesan kecil,
ia menyusuri garis takdirnya
hingga tiba dipusaran itu.

Tetes-tetes embun pagi bersatu
memenuhi takdir Tuhannya
dalam ceruk besar kehidupan,
air besatu dengan air, minyak dengan minyak
karena setiap orang
bersatu dengan sifat dan wataknya sendiri.

Demikian aku dan sahabat bengalku,
bertahan menyusuri garis tangan,
Menghitung waktu dalam kesal sesal
kehidupan penjara.
Hari berganti bulan pun berlalu,
kerakusan itu semakin nyata,
kemumafikanpun nampak dengan jelasnya.
Kawan, lawan, ataupun  pengkhianat
semuanya telah aku catat,
tak satupun yang terlewat.

Tiba saatanya nanti
berhitung menjadi pasti
karena dendam harus diakhiri.
Meski raga kerap terjaga di malam buta,
bersimpuh dihadapMu berulang kali,
hati ini sulit terobati,
kian menebal dan membatu,
bahkan tetes embun pagi
tak lagi sejuk kurasa,
resah karena dendamku tak sudah.

Jeruji Besi Tua
“Orang-orang Terbuang”
08 Sep 2019
Karya Sang Gembala (RM)

JELAS SUDAH

Tuhan, dalam gelisahku,
tak sadar mulutku meracau atas takdirMu,
menghujatmu atas kuasa
yang kau timpakan dipundakku,
aku oleng dan hampir ambruk.

Kutuk serapahpun tumpah,
entah kepada siapa,
Engkau ataukah dia
si  kuasa penebar bencana.
Aku limbung atas cobaanMu kepadaku.
Meski tertatih dan meratap
aku bertahan tetap Tuhan.

Tuhanku, kuyakin kau maha hebat.
Lebih berkuasa atas semua kedzaliman
para penguasa dan pengkhianat.
Kuyakin Kau maha sempurna diatas segalanya,
bahkan kesempurnaanMu
lebih baik dari sekedar fitnah
dan kebenciaan yang penguasa sampah
tuduhkan kepadaku.

Ya, aku sang pembawa nubuwatmu,
pejuang nilai kemanusiaan
yang kini terpenjara dan terhina.
Namun, meskipun begitu,
aku tetap bersyahadat atasmu,
beriman atas dzatMu,
karena ujian ini, semakin jelas sudah,
siapa pejuang dan siapa pula pecundang..
aku terus berhitung.

Rumah Penjara
06 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)













MANUSIA CULAS

Ada binatang bertingkah layaknya manusia.
Ia berjalan, berjoget, berjingkrak
bahkan bersuara persisi seperti manusia.
Dia binatang lucu menggemaskan pastinya…

jika ada di pasar Malam,
ku akan membelinya, kupersiapkan
sebagai tontonan hiburan murah
bagi keluarga kecilku
yang haus akan gelak tawa semringah.
Ia binatang setengah manusia
dan aku menyukainya.

Adapula manusia bersikap
layaknya binatang,
ia membungkus kedzaliman
dengan topeng kesalehan,
mengumbar kata untuk indahnya dusta,
melenakan untuk sempurnanya persekongkolan.
Dia manusia tipu-tipu,
mengesalkan jadinya.

Jika ada dalam lubang ular,
berdua bersekutu untuk menipu,
aku akan memukulnya dengan alu,
bukan ular yang kuhantam
tapi dia yang kerap mengumbar dusta,
kupukul sejadinya.

Kupersiapkan sebagai tontonan yang memilukan,
pelajaran berharga untuk rakyatku
yang haus akan kejujuran dan keadilan.

Dia manusia culas setengah binatang,
dan aku mengutuknya,
bahwa kuyakin Tuhanpun murka
atas kedustaannya.

Rumah Penjara
06 Agustus 2019
“ Terbentur-Terbentuk”
Karya Sang Gembala (RM)








SUPREMASI HUKUM

Perlu kau tahu,
penegakan hukum dinegeriku
tak lebih dari jerat
binatang liar para pemburu.
Supremasi hanya sebatas teori
namun sepi substansi.

Ia memaksa,
menjerat bila perlu menipu.
Menipu rakyatmu yang buta hukum
dan tidak pula paham aturan.
Memanja mereka para penguasa
dan pemuja harta.

Si Jelata menjadi objek derita
oknum aparat laknat pemburu rente.

Pasal demi pasal
dalam kitab tebal pidana,
seringpula memperdaya,
menjadi pukat pemaksa rakyat
tuk jadi penjahat, meski ia belum tentu berbuat jahat.

Hukum negeri ini hukum kita semua,
Eloknya dipahami ditaati dan dijalankan
dengan meninggikan nilai kemanusiaan.
Bukan menihilkan kebenaran dan rasa keadilan.

Hukum jangan dijual beli,
karena setiap transasksi selalu ada untung dan rugi.
Jika ini terjadi, institusi kehilangan harga diri,
aparat pun kena sanksi disersi,
rakyat didzalimi, hukum tak lagi sakti
karena menjadi benda komoditi basi.

Berikutnya rakyat akan mencari hukumnya sendiri,
dan Revolusi menjadi harga mati
yang tak bisa ditawar lagi.

Sahabat bengalku hanya bisa menggerutu penuh nafsu…
“ Sungguh persetan hukum di negeri ini,
Menipu bangsanya sendiri ”.

Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Revolusi Bui ”
Karya Sang Gembala (RM)



TUHAN

Sempat terfikir…
Kau meninggalkan aku Tuhan.

Kau campakkan aku
dalam lumpur fitnah kehinaan,
kau lempar jasadku yang ringkih
ke dalam api amarahMu,
Kau kejam dan tak adil bagiku
yang tak mau membisu karena
titahMu.

Kau ungkap keadilan sebagai firman,
namun…kaupun campakkan aku
layaknya kotoran hewan.

Aku mendakwaMu,
aku marah atas takdirMu padaku.

Aku bukan Nabi
bukan pula Rasul yang kau ma’shum,
Aku butiran debu tersapu angin, terhempas badai,
menghantam karang kehidupan, rubuh ditepian jurang.

Aku tergolek lemah dalam sangkar besi,
namun begitu…kuasaMu takkan pernah kuragu,
Kau kini selalu bersamaku,
Kau erat lekat dinadiku.

Rumah Penjara
21 Agustus 2019
“ Tuhan dalam Penjara ”
Karya Sang Gembala (RM)


HIDUP

Aku…
memahami hidup ini
sederhana,

semuanya…
hanya masalah
“tanda baca”
itu saja.

Candradimuka
21 Agustus 2019
“ Tuhan dalam Penjara ”
Karya Sang Gembala (RM)

HIDUP MANUSIA

Meratapi garis takdir ilahi,
hidup teramat berat untuk dijalani,
terlebih terali besi membatasi hak asasi.

Mensyukuri suratan takdir,
hidup terasa syarat makna dan diamika.
Penjara bukan lagi bencana
melainkan sekolah kehidupan yang mendewasakan.

Hidup  manusia rangkaian peristiwa yang tak bertepi,
siklus sejarah yang terus berulang,
hingga tiba nanti pada titik kulminasi…mati !

Candradimuka
21 Agustus 2019
“ Tuhan dalam Penjara ”
Karya Sang Gembala (RM)


PULANG

Jauh berjalan banyak dilihat,
lama hidup banyak dirasa.

Panjang rentang kehidupan
memaksa tubuh ini menyusuri takdirmu,
pun demikian dengan para pesakitan
teman deritaku kini, ia sering mengeluh
bahkan juga marah atas takdir yang tak terfikir.
Dalam ruang hampa, dibilik sempit,
ditengah kefakiran dunia, mereka kerap mendesis
tak mampu sembunyikan kekecewaan.

Mereka orang-orang terbuang,
gundah atas waktu, gelisah atas asa,
resah menghitung masa yang lambat merangkak.
Kerinduan akan kehangatan tak terkatakan lagi,
gelak tawa dalam ruang kenangan tak terperikan,
belai lembut para kekasih hati
menjadi obat mujarab yang tak terganti.

Sungguh aku rindu mereka yang kini tersimpan di hati,
dalam lipatan waktu, menggulung utuh di benakku,
tak satupun yang hilang…jujur Aku ingin pulang !

Rumah Perenungan
06 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)


PENJARA

Disini aku belajar
membenci dan mendendam,
juga kemunafikan.
Dalam tempa jeruji besi, aku pun belajar
tentang sabar dan ikhlas juga kesetiaan.
Merajuk atas takdirMu
yang tak pernah ku rindu.

Rumah Perenungan
06 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)




































BERHITUNG

Penguasa tak bermuka,
kau terlalu bebal
menfasir semua tanda
amarah alam yang ada.
Kau tumpul dan tak bernurani,
karena hati dan isi kepalamu
telah tercerabut sirna
bersama fitnah kejimu itu.
Aku tertawa terpingkal
karena kau telah sempurna
menjadi hewan yang sebenarnya.

Penguasa tanpa isi kepala…
kau akan terhina segera,
sebagaimana kau campakkan
aku dalam kepekatan.

Penguasa tak ber-hati,
Tuhan murka padamu,
harusnya kau tahu,
namun syahwat sesatmu membutakan segala,
sejujurnya aku iba padamu,
iba atas kedunguanmu.

Kau salah besar,
kau jadikan aku manusia terbuang,
kau kira aku akan terlunta,
kau kira aku akan binasa
dengan bisa jahatmu,
namun kau keliru…

Kau berniat membunuhku
di tengah belantara amarah,
kau lemparkan aku
ke sekumpulan Serigala Lapar,
maka aku akan kembali kepadamu
dengan memimpin mereka untuk
menuntaskan segalanya.
Kawanan Serigala itu patuh padaku,
karena aku lebih cerdik darimu.
Ia akan terus memburumu
karena tubuhmu amis darah dan fitnah.

Aku bersama Tuhan
kini sedang asyik terpenjara.

Dalam cengkrama Tuhanpun tahu
aku akan berhitung denganmu
dan para begundal tololmu.

Tuhan ridha aku dalam kobaran kemarahan,
bahkan ia selalu mengingatkan aku
untuk terus dan terus mengejarmu
karena ia benci kau menjual banyak firmanNya.
Kau tukar ayatNya
dengan seonggok daging busuk,
kau mencampakkan Tuhan,
kau telah menipunya berulangkali.

Aku dan Tuhan akan menuntut balas,
hingga kau kembali menjadi debu,
menjadi alas kaki para pembenci.

Rumah Perenungan
10 Nopember 2019
“ Bersama Tuhan Pahlawanku ”
Karya Sang Gembala (RM)



































AKU CINTA KALIAN

Di dalam hati…
tersembunyi bergumpal perasaan
tuk menyayangi kalian,
tak setitikpun niat tuk saling menyakiti,
semua berjalan sbgimana harusnya.

Karena perjumpaan yang telah ditakdirkan,
aku mengingatmu kembali perempuan-perempuanku,
aku seolah menemukan aroma dan keindahan
yang sama yang kureguk berpuluh tahun lalu.

Aku lelaki yang terlalu pintar memaknai keindahan,
meski ku bukan Casanova apalagi Arjuna
namun kutahu pasti caraku mengambil simpati
meski terkunci dalam relung hati.

Aku pemuja keindahan,
dan kuyakin itu bukanlah kesalahan
apa lagi dosa turunan,
inilah karunia Tuhan yang aku dapatkan
selalu terenyuh menatap rona merah
kecantikan paras kalian.

Jujur…
Aku lelaki yang mudah jatuh Cinta
padamu duhai dara,
aku memuliakanmu karenanya aku jatuh hati
pada kerling matamu,
pada lekuk indah tubuhnmu,
pada gerai hitam rambutmu,
pada suara syahdumu,
aku cinta padamu perempuan-perempuanku.

Jika aku kini berbagi cinta memang kuakui itu,
namun perlu kau tahu perempuanku,
aku tidak pernah mengurangi kadar cintaku padamu,
sedikitpun tidak…
Kau tetaplah permaisuriku,
terbaik-tercantik.

Mencinta bagiku tidaklah harus satu,
memilih bagiku tidak pula harus satu.
Cinta adalah mengasihi dan menyayangi
dengan sepenuh hati meski banyak hati
yang kadang tersakiti,
tak mengapa karena itu memang
takdirmu perempuanku.
Cinta suci bukan hanya sekedar birahi,
akan tetapi belajar memahami
tentang segala rasa yang ada,
tentang kemuliaan hidup dimasa depan.

Perempuan-perempuanku…
aku mencintaimu
lebih dari sekedar rembulan malam
tersaput awan kelam,
lebih dari sekedar terik mentari terhalang mega hitam.
Cintaku adalah bulan di malam purnama,
cintaku hangat mentari di pagi hari…
abadi menyusuri garis takdirNya.

Rumah Penjara
19 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)






































VONIS

Aku lelah menunggumu vonis peradilanku,
aku merindumu membawa kabar baik padaku,
kawan seperjuangan
pasti akan kegirangan
atas kabar baikmu itu.

Di luar sana…
pesta pora kian menggema,
ada politisi bertubuh kurcaci
tak berpeci karena kepala
tiada lagi ditubuhnya.
Ada pula birokrat karbitan
tak tahu malu meminta tahta yang bukan haknya.
Ada juga penguasa rakus jabatan
yang khilaf jalan pulang…

Waktupun terus berlalu,
para pemburu nafsu kian menggebu
menuju tahta dan kuasa,
aku terpingkal jadinya.

Lusa berharap lega
karena vonis yang kudamba akan segera tiba,
Bebas tanpa syarat,
itu pintaku dalam doa suci di malam sepi…

Rumah Penjara
19 Nopember 2019
“ Angin Dingin Nopember ”
Karya Sang Gembala (RM)




















PUISI JIWA

Biarkan makna dan rima
dalam puisi ini bersahutan,
mencipta tafsir atas segala realita.

Bahagia ataukah berduka,
senang ataukah kecewa,
tunduk tertindas ataukah bangkit melawan,
kesemuanya adalah pilihan pemikiran,
bukan takdir Tuhan,
bukan pula keberanian yang tak beralasan,
melainkan kepekaan
terhadap kebijakan si Tuan Polan
yang kerap menindasku,
menindas kamu dan kalian Rakyatku.

Aku kecewa padamu wahai penguasa,
namun aku tidak pernah membencimu,
tidak pula memfitnahmu
sebagaimana kau perbuat padaku,
aku tidak sejahat dirimu,
tidak serendah itu,
yang kulakukan adalah
kubebaskan angan ini melayang
jauh menerawang
atas apa yang sudah
dan akan terjadi dikemudian hari…

Meski tubuh ini ringkih,
terpenjara fitnah penguasa,
namun pemikiran, ide, dan gagasan,
akan terus meronta melawan sejadinya,
itu kulakukan karena kau telah menghinakan aku,
memaksa takdir Penjara
yang seharusnya tiada kujumpa.

Kau mungkin telah lupa,
dalam puisi-puisi jiwa,
yang kucipta di malam buta,
dihadapan Sang Maha Perencana,
banyak sudah tanda dan makna yang kukirim padamu,
pada mereka yang telah merampas
sisi kemanusiaanku, kebebasanku.

Tanda dan makna itu …
kini telah mewujud menjadi
dinding tebal perlawanan,
menjadi pembeda antara
penindas dan kaum tertindas.

Kau telah menggali kuburmu sendiri,
bukan aku tapi kamu
dan gerombolan serigala laparmu itu.

Aku mendakwamu melalui puisi Jiwa
di atas bara api keculasan yang kau nyalakan…
Aku terus melawan,
bersama kebenaran yang terus kusuarakan,
Demi satu irama syahdu,
tembang lawas tentang pembebasan…!

Rumah Penjara
“Puisi Perlawanan”
29 Agustus 2019







































PATAH BERDERAK

Kecewaku teramat dalam,
atas congkakmu di persidangan siang itu.
Tanda baca yang yang terungkap
tak sedikitpun menyentuh hati kalian
yang kosong atas nilai perjuangan
dan pengorbanan.

Atau mungkin asa yang ada terlalu berlebih,
sehingga kecewa yang kudapatkan,
bukannya supremasi seperti yang kau janjikan.

Aku patuh atas semua dalih hukummu,
kusaksikan setiap ketukan palu sakti
dalam genggam jemari tiada yang terlewati.
Bahkan lima purnama telah ku lalui,
besar harapan kau menjadi bagian
dari keadilan yang kami rindukan.

Lacur…
harapan hanya sebatas angan,
keinginan meranggas bersama impian.
Dahan tumpuan menegakkan kebenaran
patah berderak dan tak mungkin menyatu lagi.
Aku mendendam teramat dalam
karena angkuhmu memaksaku bungkam.

Terali besi kini menjadi teman sejati,
para napi akan selalu dihati meski tubuhku terkoyak lagi.
Kami ada dan berlipat ganda kami tabah sampai akhir.

Kami terus berhitung dan bergerilya,
kami melawan sampai tiba satu kepastian,
bahwa kebenaran keadilan
akan menemukan jalannya sendiri.

Angkara pasti binasa, para pelacur keadilan akan terhina,
sebagaimana kau hempaskan kami
kini dalam lumpur pekat kehidupan.

Meski tumpuan patah berderak,
aku terus berhitung mencari tumpuan baru,
lebih kokoh dan tak terkalahkan, semua ini kulakukan atas satu keyakinan…berburu dilain waktu.


Rumah Penjara
“Perlawanan untuk Keadilan”
24 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)

KEMUNAFIKAN

Revolusi itu perubahan
yang dilakukan secara sadar,
sistematis, cepat, dan totalitas.
Itulah harapan kaum pergerakan
dalam menentukan arah perjuangan.

Berliku bertabur paku,
lelah dan membosankan
itulah sebenarnya ujian
dalam menyusuri garis jalan ini…
jalan Revolusi.

Aku memaafkan setiap keluhan dan keputusasaan,
aku memahami ketika spirit revolusi tak utuh lagi,
karena itulah sejatinya rumus perjuangan,
surut ataukah lanjut merupakan
pilihan bukan takdir Tuhan.

Namun kau pun harus tahu kawan,
hal yang sulit aku lupakan
dan tak termaafkan adalah
kemunafikan yang melahirkan pengkhianatan.
Tiada tempat bagi pengkhianat.

Untuk mewujudkan cita-cita mulia
namun syarat mara bahaya…
Revolusi kerakyatan menjadi pertaruhan.

Rumah Penjara
“Perlawanan untuk Keadilan”
24 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)


















SULUH

Pagi menyapa
di balik terali besi,
sejuk embun
tak kurasa lagi.
Semilir anginpun menjadi
semakin asing dan liar.

Spirit revolusi
menjadi suluh api
perubahan dimasa depan,
ia menyusuri garis juangnya.

Dalam setiap hela nafas
dan degup jantungku,
selalu kukobarkan perlawanan
meski dititik nadir kesadaran,
aku terus melawan.

Rumah Negara
“Cinta Orang Terbuang”
25 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)


BUNGA

Engkau…
ratu bunga setaman,
Aku memanjakanmu,
memuliakanmu.

Aku melihat masa depan
diparas cantikmu.

Aku ingin hidup
bersamamu
dalam keabadian kasihsayang.

Puspa jelita…
engkau memenuhi hasratku.

Rumah Negara
“Cinta dibalik Penjara”
25 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)

CEMAS

Dedaunan meranggas,
bumipun bergolak,
dan kesejukan
seolah enggan menghampiri.
Cemas karena bening embun,
Tak lagi ramah kudapati
di pagi hari.

Tetes embun di ujung dedaunan
berjatuhan,
dan harusnya membasahi bumi,
meresap di dahan dan pokok
ranting-ranting kering,
menenangkan menentramkan.

Semilir angin pagi,
tak lagi damai kurasa,
gelisah karena kuncup telah mekar,
merupa bunga mempesona,
merah merekah,
menggoda siapa saja tuk menjamah.

Bunga impian…
Kau menjadi rebutan
dan perhatian semesta,
semua takjub,
semua berlomba
tuk dapat memetikmu.

“Wahai bungaku yang teristimewa… “
itu pinta sang dahan kepada Tuhan,

Waspadalah atas isyarat alam
dan tatap tajam kumbang kelana,
ia akan berebut menghisap madumu,
hingga tak tersisa.

Bungaku…
Utuhlah indah parasmu,
jaga selalu putik sarimu,
agar kau tak gugur layu.


Rumah Penjara
“Cinta Orang Terbuang”
25 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)



KERINDUAN

Kurasakan kini…
kerinduan dipersimpangan kiri jalan.

Aku merindumu setengah mati,
malam ini, esok pagi, hingga waktu nanti.
Rinduku padamu rindu para pecinta,
terhormat dan memanjakan.

Meski kusadari,
Kerinduanku…
layaknya malam merindu siang,
mentari merindu sang rembulan,
atau mungkin kisah kasih tak sampai
dalam roman picisan.

Seharusnya
rasa ini rasamu jua perempuanku,
rindumu rinduku bersatu
dalam jiwa-jiwa yang seirama,
dalam benak dan logika
yang sederhana saja.

Layaknya ombak membelai pantai,
sepoi angin menyapa dedaunan
dan ranting-ranting diujung dahan,
halnya kerinduan bumi
menanti rintik hujan di tengah terik.

Pastinya…
Rinduku padamu perempuanku
rindu yang sederhana namun teramat istimewa.
Rindu anak manusia akan hadirnya dua cinta,
dua jiwa yang mampu merangkai harmoni,
menjadi bentang lukisan abadi
kemahakuasaan Tuhan,
tak saling mengalahkan, sejalan beriringan.

Sungguh saat ini kumerindumu sejadinya,
dan untuk kesekian kali
kuungkap isi hatiku padamu,
aku mendambamu perempuanku,
dan kau harus tahu,
meski terpenjara kutetap mencinta !

Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
26 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)



CINTA

“ Saat cinta mengetuk hati,
aku pun tak kuasa untuk menghindari,
meski aku telah berdua,
aku jatuh cinta lagi ”.

Cinta datang dan pergi sesuka hati,
Ia hadir dengan sendirinya,
dan terkadang hilang tanpa perasaan.

Cinta itu ruang dan waktu,
Cinta itu tentang aku dan kamu,
Cinta adalah kejujuran tanpa syarat,
Cinta adalah perjuangan tanpa henti.

Hingga tiba waktu yang tak dirindu,
cinta yang tak bisa dimiliki,
karena cinta sejati tidak
selamanya harus memiliki…

Cinta suci…
adalah pengorbanan tanpa pamrih,
memberi dan tak harap kembali.

Biarkan cintaku kan membawamu
dengan caranya sendiri kembali di sini,
bersemayam dalam lubuk hati
yang seharusnya,
saat pertama ku menatapmu
kala itu.

Rumah Penjara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
26 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
















MENDENDAM

Mendendam sekaligus mencintai,
Penghiburan sederhana yang melenakan.

Aku terus berhitung
atas kedustaan dan pengkhianatan,
meski air dan angin telah mati,
aku menyusuri takdir pembalasan
atas dendam yang tak kunjung padam.

Aku kan terus mencari,
Hingga tiba saatnya nanti
punah segala sakit di hati.

Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)


PEREMPUAN MALAM

Untukmu perempuan malam
di simpang  kiri jalan,
aku menatapmu dalam remang.

Kian larut,
arum jam pun perlahan beringsut
meninggalkanku dalam terpukau,
enggan untuk kembali,
dan gerimis mugkin saja tiba tanpa terduga.

Di persimpangan ini aku jatuh hati lagi…
Padamu-padanya.

Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)













BERHITUNG

Ranting tak berpucuk,
batang tak berakar.
Tunaspun layu daun berguguran…
Pokok tinggi
meranggas mati.
Berhitung menjadi pasti.

Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)






SURYA CHANDRA

Sang Surya selalu mendamba
Candra Jelita,
ia tetap setia
menunggu hingga purnama tiba.

Meski jarak dan waktu membatasi.
Keyakinan
menjadi satu-satunya harapan
kemuliaan di masa depan.

Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)
















PEREMPUAN MALAM

Untukmu perempuan malam
di simpang kiri jalan.
Aku menatapmu dalam remang.

Kian larut
jarum jam pun beringsut
meninggalkanku dalam terpaku,
enggan untuk kembali,
dan gerimis mungkin saja tiba tanpa terduga.

Di persimpangan ini,
aku jatuh cita lagi…
padamu-padanya.

Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)




CINTA SEDERHANA

Mencinta…
bagiku sederhana saja,
Terus dan terus menyayangi
tanpa henti,
meski menjadi sia-sia saja
pada akhirnya.
Aku tak peduli…
Sungguh.

Rumah Negara
“Cinta Orang-orang Terbuang”
29 Nopember 2019
Sang Gembala (RM)













PETANG

Petang penat…
Lembayung senja tak nampak
tersaput gerimis hujan,
semburat keemasan tak lagi mengkhiasi langit
yang sering kusaksikan di waktu lapang.

Lelaki paruh bayu itupun
tetap menatap tajam jalan takdirnya,
meski ia tak merindukan itu semua,
namun Tuhan menghendakinya
tanpa kompromi apalagi berdiskusi.

Dalam lelah,
engkau terus berpacu dengan asa dan citamu,
bayangmupun tengah engkau buru.

Membunuh waktu,
itulah tugasmu kini wahai lelaki dengan jalan takdirnya.
Engkau genggam keyakinan di atas bara kemunafikan.
Lima purnama telah engkau lampaui,
kemaraupun kini telah berganti,
kau tak bergeming.

Lelaki itu…
setia menunggu,
masih bertahan dalam kurungan,
namun demikian akal pikirmu bebas merdeka
tak terpenjara.

Petang penat…
Berulangkali lelaki paruh baya,
mengadu dihadapan Tuhannya.
Kutahu ia merajuk, mengadu dendam.

“Tuhan aku mengimani hari perhitungan,
izinkan pula ku berhitung sepertiMu atas takdirMu padaku”.
Gumam lelaki paruh baya lirih…
lelah di ujung Petang.

Jeruji Besi Tua
“Menjelang Hari Perhitungan”
08 Desember 2019
Sang Gembala (RM)








MENDENDAM

Kau tak tahu bagaimana pedihnya
menjadi manusia terbuang,
terhinanya dalam jerat jeruji besi berkarat,
kau kuyakin tak paham itu,
karenanya hentikan ocehan konyolmu padaku.

Aku; waktu, tubuh, dan pikiran ini
tersekap dalam pengap fitnah manusia laknat.
Aku kan membalaskan semua kepedihanku
lebih dari apa yang kau perbuat padaku,
mengeras dan tak mungkin layu.

Bagiku…
balasan dari suatu kejahatan
adalah kejahatan yang sama,
itu keyakinanku atas firman Tuhan.

Jeruji Besi Tua
“Menjelang Hari Perhitungan”
10 Desember 2019
Sang Gembala (RM)




























HUJAN

Tuhan dalam termangu…
Deras nian rahmatmu sore ini,
fitrahmu membasahi bumi menyejukan bara api,
memadamkan bara dendam.

Kau datang disaat kemarau
tak terlampau beringas, kau tiba disaat yang tepat,
kala hatiku memelas resah.

Lembayung senja diufuk barat tak lagi semburat,
ia terlelap brsama semilir angin diperaduan.
Kicau burung pipit diranting pohon
tak lagi kudengar, burung hantupun enggan
menampakkan diri petang ini.

Kukira kau turun hanya sebentar saja,
sekedar menyejukan bumi yang kian bergolak,
namun hingga sepertiga malam
kau masih menaburkan butiran-butiran
gerimis di Tanah Harapan.

Aku terpaku dalam lantun doa sujudku,
meracau memanggilMu dalam bilik pertaubatan.
Angin dingin malam ini
menusuk tubuh hingga jauh ke dalam kalbu,
ia datang bersama gemercik hujan,
perdu dan deret sukun basah kuyup,
pelataran kebangsaan, rumput dan ilalang
tak luput dari basuhan rahmatMu.

Di balik tirai besi kucermati satu persatu,
tak kubiarkan lepas dari pandangan
segala peristiwa hari tadi hingga malam ini.
Segala kebaikan dan kebusukan
telah aku coretkan dalam catatan kelam Rumah Penjara.

Hingga tiba saatnya nanti
ku kan bercerita tentang “apa”
dan bertanya tentang “mengapa”
kepada semua, besar harapan
kumenemukan cara tentang “bagaimana”
memaknai hujan dan Tuhan
tidak hanya malam ini.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)



SAHABAT

Aku bersyukur atas perjumpaan ini,
meski kita bukan siapa
dan belum tentu menjadi seperti apa
yang kita harapkan,
namun aku berterimakasih
atas segala perlakuanmu padaku.

Kalian kawan baruku
dalam ruang cuci moral,
tempatku berbagi resah
dikala gelisah menyusuri jalan takdirNya.

Aku hanya bisa memberi harapan
kebaikan di masa depan,
aku tak dapat menjanjikan apapun
selain kata dan mimpi di malam buta.

Sahabat…
pertemuan kita memang hanya sekejap saja,
namun kuyakin atas makna yang tersirat,
tak lekang oleh waktu,
selamanya kalian adalah karibku.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)






















MERINDUMU

Aku merindumu setengah mati,
namun sepertinya
engkau bukanlah pilihan tepat bagiku.
Aku memahamimu lebih dari siapapun di bumi ini,
bahkan aku lebih tahu atasmu
melebihi Jibril sang penabur rahmat.

Kau keindahan yang tak tergantikan,
harmoni penyejuk hati.
Jelita izinkanlah anganku selalu bersamamu,
karena itu mujarab bagiku
melebihi buluh perindu
saat lelah membunuh waktu.

Kau milik dunia,
engkau kepunyaan semesta
yang haus akan keindahan,
akan kesempurnaan paras elokmu
akupun faham itu,
namun aku terlanjur  mencintaimu sungguh,
tak perlu kau ragu.
Aku menyayangimu sampai ujung waktu.

Walau hasrat hati tak terbendung lagi,
kubiarkan ia menguap
lepas bersama angan bias fatamorgana.
Meski hati terhiris pedih
menahan rinduku atas cantikmu,
ku tetap bertahan atasnama kepatutan.

Adinda Bunga Syurga
engkau selalu teristimewa
dalam hidup dan matiku.
Aku mencintaimu dalam terjaga dan tidurku.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)











KUCING LIAR

Sang Nabi menyayangimu,
itu yang ku tahu tentangmu.

Kucing-kucing liar,
kalian bebas melangkah
dan melompat kemanapun kalian mau,
berlari kencang dan terkadang
sesekali kalian memaksa kami memaki benci,
benci atas keliaranmu
yang kerap menganggu pulas tidurku
dalam belenggu.

Kucing liar
dalam pendar cahaya di malam buta,
engkau mahluk merdeka,
terbebas dari petaka pidana,
kami iri atas takdirmu.

Sedangkan kami manusia berakal budi,
terkunci di balik jeruji,
terhina atas derita,
terhukum tanpa alasan,
tercerabut nilai kemanusiaan.

Otak ini semakin tumpul saja,
kian hampa memahami kata demi kata,
kami dipaksa untuk berdosa
dan saling memangsa dalam penjara.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)

















APEL

Berbaris rapi sehari empat kali,
ini menjadi kebiasaan baruku.
Berhitung satu, dua, tiga sampai tak hingga
menjadi penyempurna atas kedunguan
penegakan hukum di negeri ini.

Jujur saja,
aku tak menemukan kebaikan apapun
atas perlakuanmu padaku.
Kau cabut kemerdekaan,
kalian rampas kebebasan
atasnama pembinaan.

Aku nasionalis sejati,
tak perlu kau ragukan itu.
Aku berjuang menyusuri garis revolusi.
Aku berteriak lantang
di tengah gemuruh badai kemunafikan
birokrasi dan politisi karbitan.

Aku bergerak
atasnama rakyat dan firman Tuhan,
bahkan aku tak lagi peduli atas diri ini.

Dasar kau mahluk sialan,
aku malah kau penjarakan,
terperangkap kegelapan aturan
dan perundang-undangan.

Aku terperangkap kemunafikan
dibalik topeng kesalaehan.
Aku terus melawan,
hingga tibanya penghukuman.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)












ELEGI

Aku tak pernah resah
atas apa yg akan terjadi esok hari,
karena hidup adalah elegi syarat misteri.

Berjalan saja sebagaimana harusnya,
suka ataupun tidak,
takdir ini harus terus dijalani.

Ku yakin ilalang liar ditengah belukar,
Serangga kecil nun jauh
Dalam pekat rongga-rongga tanah,
tumbuh dan berdzikir atas titahMu,
mereka memujaMu wahai Tuhanku,
begitupula aku.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
















ISYARAT

Membaca isyaratMu satu persatu,
tiada yg salah kurasa.
Hanya saja ku tak cermat menafsirmu saja
dalam tafakur malam-malamku.

Nada tasbih serangga
dan mahluk melata berirama,
menemani dengkur lelah
yg kian mnjauhkanMu dariku.

Malam ini ku berjanji
mengetuk pintu RahmatMu kembali,
meski merangkak namun pasti,
Kau msih Tuhanku seperti yang dulu.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)


BARA DENDAM

Menjadi Rakus
adalah Rumus sederhna tuk tetap bertahan.
Saling memangsa kadang berguna
tuk mperpnjang usia
menyelamatkan nyawa
mngorbnkn satu diantara kita.

Membenci hal yg paling logis
tuk mempertahankan eksistensi.
Itu yg kau perbuat padaku,
semuanya ku ramu
menjadi Bara Dendam
yg tak kan kunjung padam,
aku terus mengejarmu,
hingga kau tersungkur layu
dalam pasungan dan kehinaan.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
21 Desember 2019
Sang Gembala (RM)







RINDU

Kerinduanku terlalu berat untukmu,
ku tak mau memksakn itu.
Biarkan pendar-pendar cinta ini
sirna dg sendirinya,
karena ia pun datang
tanpa pernah ku undang.

Biarkan takdirku menjadi gunting
yang berjalan lurus meski memisahkan,
tak perlu menjadi jarum yang menusuk
menyakitkan meski mempersatukan.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)


JERAT

Tuhan dalam kelam,
Kau tempa aku dengan derita,
penjra kini menjadi Kawah Candradimuka.

Pnguasa…
aku adalah takdir atas kedustaanmu.

Aku berkontemplasi
meraut hati di balik tirai besi.

Aku membatu memburu seteru,
menebal baja,
meruncing belati hingga hati berpuas diri.

Langkahmu kini tak perkasa lagi,
Karena badai terus mendera
mematikan tunas-tunas barumu,
hingga kau tersungkur jera,
terperangkap jerat dunia.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)






SERIGALA

Serigala2 lapar
yang kau siapkan untuk melumatkan tubuh ini,
kini siap berbalik mngejarmu
hingga kau tak tau lagi
dimana hendak sembunyi.

Aku lumpuhkan serigalamu dengan titahku,
aku tampar mereka dg kata2 tulus,
kubelai lembut mereka dengan harapan.
Akulah pawang keliaranmu kini.

Di persimpangan yg telah ditakdirkan,
aku setia menunggu,
hingga kau sempurna menjadi abu !

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)


SULUH

Mataku nanar,
mntapmu tajam penuh dendam.
Aku mngumpatmu dalam kelam,
mengutukmu dalam bisu,
membencimu dalam kalimat taubatku.

Aku kini orang sisa2,
terbuang dan terblenggu karena dustamu.
Mengingatmu adalah suluh yg tak pernah padam,
membara membakar stiap keluh kesah itu
Mengejarmu adalah hal terwaras bagiku !

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)










GERIMIS

Gerimis senja setia menemani,
tak seperti kemarin.
Angin sepoi mati sore ini,
ia pergi tak nampak lagi.

Gelora jiwa syarat luka,
resah karena dendamku tak sudah.
Aku tertatih menanti di simpang jalan,
tempat pertemuan mnusia2 jalang.

Direndahkan tdk mungkin jadi sampah,
disanjung tidak akan pernah
menjadi rembulan.

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)


SEPERTIGA MALAM

Di sepertiga malam,
aku terjaga
mengetuk pintu rahmatMu kembali
sebagaimana janjiku padaMu siang tadi.

Aku mengadu atas segala,
berhajat untuk bertahan,
dan bernadzar demi satu harapan...
Kemenangan atas hari Perhitungan.

Aku mngejarmu dalam remang
Jeruji Besi tua.
Kupungut remah-remah kecewa,
kupadukan menjadi lecut penghukuman
atas pengkhianatanmu padaku

Jeruji Besi Tua
“Rindu Dendam dalam Pasungan”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)









TAKDIR REVOLUSI

Pagi dibalik jeruji,
kini terulang kembali,
menyapa hampa mentari
yang enggan bersinar lagi.

Wajah-wajah murung manusia buangan,
tak mampu Kalian sembunyikan.

Raung Kucing2 liar dalam lorong,
beradu dan saling cakar
satu dengan lainnya,  
menambah suasana beringas
Desember kelabu tahun ini.

Waktupun berlalu,
enam purnama terlewati
dengan tabah hati,
takdir revolusi
enggan tuk menunggu lagi,
segera bangkit dan bergerak
atau tunduk tertindas mati.

Tirai Besi Berkarat
“Rindu Dendam Tak Kunjung Padam”
22 Desember 2019
Sang Gembala (RM)
























MENTARI TAK PERNAH INGKAR JANJI

Basah kuyup rumput ilalang,
sisa hujan deras tadi malam.
Bening embun
tersentuh lembut sapa sang surya,
berkilauan sangat indahnya,
nampak seperti butiran-butiran
mutiara dari dasar samudera.

Mentari tak pernah ingkar janji,
ia memenuhi fitrahnya sebagai hamba Tuhan.
Berevolusi digaris orbit takdirnya,
berdzikir atasnama Rabbnya,
setia mancarkan kehangatan,
menyapa ramah seluruh penghuni
di Tanah Harapan,
rumah besar orang-orang terbuang.

Kuarahkan pandang jauh keliling,
mencermati segala yang nampak oleh mata, 
mengikuti ritme pemikiran yang kian meronta,
berharap waktu cepat berlalu
tuk menuntaskan segala bara di dalam dada,
menyapa angan kerinduan yang tak tertahankan.

Mentari pagi…
Aku belajar darimu tentang arti memberi
dan keteguhan hati mengepal janji.
Kau sadarkan hamba dalam kekalutan jiwa.

Mentari…
Engkaulah simbol laki-laki sejati,
bukti keteguhan dan kesetiaan,
walau kau tak perah beriringan
dengan rembulan.
Mentari kau tak pernah ingkar janji.
Kilau indah cahyamu menyelimuti tubuhku,
tentram jiwa ini dalam dekap hangatmu.  


Tirai Besi Berkarat
“Rindu Dendam Tak Kunjung Padam”
23 Desember 2019
Sang Gembala (RM)







MENGAGUMIMU

Kau bukan sekedar indah,
namun kaupun cakap dalam bersikap.
Kau bukan hanya cantik menawan hati,
Lebih dari itu kaupun mandiri dan berdedikasi,
itu harapanku padamu,
tidak hanya kini namun hingga nanti.

Duniamu kini adalah pembuktian
atas integritas insan akademis
yang melekat ditubuhmu.
Teruslah menjadi yang terbaik,
Karena hidup tidak sesederhana tentang “apa”
melainkan tentang “mengapa” dan “bagaimana”. 

Kutatap penuh makna
setiap ucap dan lenggok tubuhmu pagi ini.
Tak lupa, kucermati betul senyum simpulmu.
Statusmu menjadi penghiburanku satu-satunya,
menilik ukur kemampuanmu
bermain peran menjalankan fitrah Tuhan.

Jelita…
Ada banyak kesukaanku pada
kemandirian hidupmu,
kau berjuang di Tanah Harapan,
“Bandung” menjadi kota impian
kemuliaan hidup di masa depan.

Jaga Sehatmu Jaga Hatimu,
membacalah sekuatmu,
berjuanglah lebih dari sekedarnya,  
dan Tetaplah Istimewa untuk semua.
Sejujurnya, Kau selalu mengingatkanku
atas bayang masa silam,
asa yang tak sampai, nada yang tak berdawai.

Dalam jerat tirai besi berkarat,
aku mengagumimu selalu,
hingga ujung waktu !

Tirai Besi Berkarat
“Rindu Dendam Tak Kunjung Padam”
23 Desember 2019
Sang Gembala (RM)






MATAHATI

Terjebak dalam ruang hampa
membosankan mencemaskan,
entah tabah ataukah marah
aku kini tak tahu lagi?
Mata ini tak lagi sembab,
Karena sudah tak mampu
menteskan air mata, meski hanya sekali saja.
Mata hatiku kerap ragu atas takdir belenggu.

Dalam penat menghitung hari,
Ku coba larut ditengah pergumulan.
Aku meronta sejadinya,
menggelisahkan harapan,
membeku dalam penantian.

Hujan deras nian siang ini,
membasuh luka-luka disekujur tubuhku,
mengalirkan amis dendam
yang tak pernah kunjung padam.

Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
25 Desember 2019
Sang Gembala (RM)


























BOSAN

Aku merasakan kejengahan
kebosanan yang teramat sangat.
Ruang kosong hampa tak bermakna,
dan waktu yang tersisa
begitu lambat kurasa.

Detik, jam, minggu, lambat merayap,
hingga tuntas masa pidanaku
merangkak pelan menguji sabar
dan ikhlasku atas garisan tangan
yang telah Kau tetapkan,
aku masih saja memanggilMu Tuhan.

Bosan atas apa yang ku lalui,
siklus hidup statis sepi definisi.
Aku terus mengadu padaMu
atas takdir yang tak pernah ku mau.  

Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
25 Desember 2019
Sang Gembala (RM)




























BUDAK DAN WAKTU

Tak perlu menjadi budak
untuk kepentingan orang lain,
Jadilah Tuan untuk dirimu sendiri.

Aku tidak akan pernah menjadi Budak
dan aku tidak akan pernah menjadi Tuan,
karena kita memiliki derajat yang sama
dihadapan Tuhan.

Mengawali bincang pagi ini
tentang manusia menjual manusia,
tepatnya tentang manusia memangsa manusia.
Manusia menjadi serigala pemangsa
terhadap sesamanya,
terhadap mahluk lain; hewan, tumbuhan,
bahkan Tuhan pun mereka makan.

Korupsi itu membunuh Tuhan,
Gratifikasi itu membunuh Tuhan,
Memfitnah itu membunuh Tuhan,
Berbuat curang dan tidak adil
dalam proses peradilan itu mermbunuh Tuhan.
Tuhan kalian bunuh dan Tuhan pun klaian campakan.
  
Manusia…
Kau sangat rakus rupanya,
saling memakan kau anggap sebagai kebiasaan,
Saling memanfaatkan kau pahami sebagai tardisi.
Hidup tidak seliar itu kawan,
ada etika dan moralitas yang harus kita jaga,
bahkan binatangpun tak serakus yang kau kira.
Binatang tak punya tabungan, deposito, investasi haram, bahkan proferti mewah seperti dirimu. Engkau memiliki segala meski dengan cara yang tak wajar dan di luar nalar sebagai manusia.

Kau mungkin telah lupa kawan,
Kerakusanmu pada akhirnya akan pula dilumat
oleh waktu sang Maha Rakus.
Engkau telah diperbudak oleh waktu,
Bisik syahwatmu itu yang selalu kau jadikan Tuanmu,
Waktu adalah kerakusan yang sebenarnya.

Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
28 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)



SINTHA - KU

Rembulan malam,
lama nian ku tak pandangi paras indahmu.
Hanya sayup nun jauh disana,
lirih suaramu melantunkan nada asmara bersama
sepoi angin dingin dipenghujung Desember. 

Kau indah bak permata,
kilau cahaya dalam gelap gulita.
Aku merindumu dengan sebenarnya,
atau mungkin aku telah mencintaimu
tanpa kau tahu itu.

Jelita Pelita Jiwa…
Aku memujamu hingga habis kata
dalam kamus hidupku.
Aku memanjakanmu,
menaburi dirimu dengan kilau cahaya,
meski aku kerap terjaga hingga pagi buta,
dan gelap pun tiba.
Aku hampir redup dan terlupa,
karena cahayaku telah terbagi
denganmu rembulan malamku.

Kau seperti Dewi Sintha,
Karena ku memaknaimu begitu rupa.
Bukan kareka kau elok rupawan,
lebih dari itu kau teristimewa sebagai wanita,
engkau telah menjeratku dalam
kerinduan tak bertepi.

Aku tak pantas menjadi Sri Rama,
karena ia terlalu halus pekertinya,
dan tidak berani mendua.
Aku layaknya Rahwana Sang Dasa Muka,
yang terus berjuang demi mendapatkan
Cinta mulia Sang Dewi Sintha.

Rembulan Malam…
Kaulah Sinthaku yang sesungguhnya.


Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
28 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)





AMARAH

Sejak dari kemarin…
ada banyak amarah yang tertahan,
entah kepada siapa harus ku curahkan.
Kesal, benci, dan dendam
mewarnai isi batok kepala sejak semula.

Kesabaran kerap kujadikan alasan
atas kelemahan dan keterpurukan.
Jujur saja, bergidik saat kusaksikan
pesta pora anjing-anjing penjaga.
Anjing pemburu kesal menunggu waktu,
mencari cara agar luka tak terus menganga,
hingga siap tuk berburu lagi hingga jera.

Marah kepada siapa saja
dan kapan saja, adalah perkara mudah,
namun marah kepada orang yang tepat
dan pada waktu serta tempat yang tepat,
ternyata bukanlah hal  mudah.

Aku berharap marah tanpa menyakiti,
Membenci tanpa harus memaki,
Mendendam tanpa harus geram,
marah yang tertahan.

Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)





















SIMPONI PAGI

Nadaku tak berirama lagi kini,
senandung tak lagi merdu kurasa,
dendang lenggok tak seelok dulu.
Simponi pagi ini
kehilangan makna yang seharusnya.

Kata tak lagi merangkai rima
yang melahirkan makna.
Syair telah pula kehilangan ruhnya
sehingga hampa terasa.
Kekalutan jiwa kian membara,
kebencian kian menjadi dalam hati.

Simponi pagi ini mengalun sedih,
karena  biolaku retak tak berdawai lagi.
Nada-nada liar mencipta
gelisah dan amarah.  

Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)




























SEPI BUMI

Biarkan Bumi dalam ksendirian,
terpuruk, sepi dan membenci.
Tak perlu Sepoi angin
dan gerimis hujan
yg hanya melenakan perasaan.

Angin badai dan gelombang samudera
jauh lebih bermakna,
karena ia riuh, hidup, dan Bergelora.

Bumi kini hening dlm kekalutan jiwa,
ia terus membaca segala derita,
kini, esok, dan nanti !

Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)


MENGAJI

Siang ini ku belajar kembali,
bersama kawan
dan rekan pesakitan.
Kitab kuning menjadi kekhasan,
bahan pembelajaran
sepanjang zaman.  

Pengajian kali ini,
menamparku dalam angkuh
kebencian.

Bumi tak berhenti berputar
meski banyak yang tak peduli,   
Rembulan malam setia dalam temaram
meski harus kesepian,
Mentari terus saja menyinari
meski ia dicaci dan di maki.

Aku hanya manusia biasa
dalam resah.

Tirai Besi Berkarat
“Merindu Si Kepala Batu”
31 Desember 2019
Karya Sang Gembala (RM)

TERLUNTA
Asa ini terpenjara sepi,
menggantung di sela-sela
jeruji besi.
Cita ini centang perenang,
terpasung terkurung dalam
gelap dan terang.  
Cintaku bergairah,
Mekar berbunga dalam
bias fatamorgana,
atau mungkin Cinta Platonik
yg sulit diungkap melalui kata.

Jiwaku terlunta mengembara,
menyusuri ruang imajinasi tak bertepi.
Kuyakin esok pagi mentari bersinar lagi,
cericit burung pipit di sela-sela dahan
setia menyambut pagi,
dedaunan dan ranting riuh
bersama sepoi angin dingin Januari.

Aku yang terlunta,
larut dalam labirin kehidupan, 
penat menanti godot,
berharap tak lupa jalan pulang.
Kembali dalam pelukan,
dekap hangat Bidadri Syurga.

Terali Besi Tua
Cinta Menjelang Senja YN
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)




















PAGI JANUARI

Deret  lima Pohon Sukun,
Tegak kokoh tak bergeming,
masih setia di tempat yang sama.
Pucuknya menjulang menusuk langit
gerimis pagi.

Januari tahun ini,
Mengawali kegelisahan dan juga harapan.
Gelisah tetang rumput hijau dalam genangan,
risau atas jalanan yang tak lagi nyaman.
Besar harapan,
tanah ini memberikan kehidupan,
tak lagi sepi dalam keriuhan.

Pohon Sukun,
menjadi pertanda matinya angkara.
Sukun menafsir kematian
dalam kelaziman. 

Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)



DERET KE-TIGA

Aku deret ke-3
dari segala pertanda,
tiga selalu menjadi istimewa, 
karena Tuhanpun
suka atasnya.

Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)












MUNGKIN ARJUNA

Darah Pandu Dewanata
Sang Ksatria Hastina,
mengalir deras di tubuh ini.
Takdirku harusnya
selalu menjadi harmoni,
atas keseimbangan
pemikiran, jiwa, kata dan laku.

Akulah deret ke-tiga,
Trah keluarga Pandawa. 
Tabah dalam berjuang, sabar
dan pantang menyerah kalah.

Aku, Seharusnya…
sempurna dalam ucapan dan tindakan,
adil  atas setiap keputusan,
bijaksana atas segalanya.

Padang Kurusetra dalam epos Mahabarata
menjadi cermin bahkan kaca benggala
yang pintar membaca segala,
juga takdirku bersama akar rumput
menegakan panji-panji Tuhan,
usai pula engkau terka.

Mungkin saja aku memang Arjuna,
dan kau tak perlu tertawa.  

Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)


















MENDUNG

Mengalun berirama firmanMu di pagi ini,
bukan hanya sekedar merapal doa
dalam kemas khusyu istighosah,
karena ia pasti tak bermakna,
kuyakin lebih dari itu,
lebih dari sekedar menalar ayat Tuhan.

Riuh dzikir orang-orang buangan,
menjadi pertanda perubahan
melalui pertobatan yang melelahkan.   

Langitpun mendung,
mentari tersaput mega jelaga,
rintik  hujan tak tretahankan,
kembali membasahi bumi,
seperti awal pagi Januari lainnya.

Tunas dan kuncup di sela ranting pohon,
menjadi  awal dari sbuah akhir.
Kehidupan harus terus brjalan
mendung tak seharusnya
mnejadi alasan untuk
berhenti melakukan perlawanan.  

Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)























KAMU CINTAKU

Gairah mudaku menghentak,
saat menatapmu tajam dalam temaram,
Senja di ufuk barat hilang sirna di peraduan,
lembayung pun lenyap tersaput awan hitam.
Aku termangu berulangkali menatapmu,
sendu...

Meski tubuhku ringkih,
kerinduanku padamu tak pernah padam
bahkan semakin menggila saja.

Kamu mengispirasi dan teristimewa.
Bunga syurgaku, terimakasih
kau telah merawat hati dan nalarku
agar tetap menjadi manusia.
Mencintamu adalah puncak dari
kesadaran yang tak
lekang oleh waktu. 

Terali Besi Tua
“Kerinduan yang Tersekat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)


























PERMAINAN

Telanjang mata,
semua kusaksikan dengan jelasnya.
Semua hal di tempat ini ada harganya,
“tidak ada makan siang yang gratis”
itu ucapmu, dan aku tertawa.

Kebebasan dirampas atasnama
hukum dan kewenangan negara.
Harga diri bukan barang mewah lagi,
semua sudah terbeli dngan sangat murah,
dan aku hanya bisa tertawa.

Semuanya hanya permainan,
tak ubahnya lakon ketoprak humor
yang menggelikan, ada peran utama,
piguran, bahkan punakawan.
Telanjang moral,
dan aku hanya bisa tertawa,
kecut.

Terali Besi Tua
“Jerat Besi Berkarat”
07 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)

























CINTA ORANG-ORANG TERBUANG

Cintaku…AdYNdA
Aku sekarang terbuang, aku kini manusia sisa-sisa.

Jelita Penentram Jiwa, kaulah keindahan kesempurnaan
yang tak tergantikan.Kaulah kelembutan Bidadri Syurga
yang disegerakan Tuhan untukku.
Pastinya, terbatas kata dalam kamus hidup manusia,  
untuk mengungkap rasa cinta padamu Bunga Syurgaku.

Kau Ratu dalam istana harapan,
Kaulah Bidadari dalam hidup dan matiku,
Engkaulah kehormtanku sebagai lelaki.
Aku rapuh tanpa hadirmu,
aku mungkin saja tersesat  tanpa cahaya penerang
yang selalu kau nyalakan dalam gelap pikirku,  
bahkan mungkin saja binasa tanpa belai lembut
jemari cantikmu di pundakku.

Cantik Pujaan hatiku…AdYNdA
Sering kupinta dalam doa sepiku di sepertiga malam…
“Tuhan jangan Kau pisahkan kami
atas dalih apapun, atasnama siapapun. Jadikanlah kisah kasih kami sebagai uswah untuk anak cucu kami kelak.
Tuhan, berkahi kami dengan segala kecukupan, dan abadikan kasih sayang kami berdua dalam syair lagu para pujangga. Tuhan, bila waktunya telah tiba kembali kepadaMu, biarlah aku terlebih dulu mengatup mata tutup usia. Karena pasti ku tak sanggup hidup sendiri tanpa hadirnya AdYNdA di bumi ini.
Tuhan, pertemukan kembali kami di JannahMu kelak.”

Bidadari Syurgaku…AdYNdA
Betapa aku merindumu kini dan selamanya.
Aku belajar banyak darimu tentang
keabadian cinta, kasih sayang, perjuangan,
kesabaran, ikhlas, dan pengorbanan.
Kaulah pendidik yang sebenarnya,
aku belajar darimu tentang segala kebaikan.

Aku adalah sayap-sayap patah tanpa kecup hangat bibirmu,
Aku hanyalah butiran debu tersapu angin tanpa bisik lembutmu,
Aku tak lebih dari lelaki lemah tanpa belai mesra jemari lentikmu,
Aku bukanlah siapa-siapa tanpa pengorbananmu selama ini.

Aku mencintaimu tanpa syarat,
karena separuh aku adalah dirimu…Bunga Syurgaku.

Terali Besi Tua
“Ada Cinta Sejati dibalik Terali Besi”
08 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)

TAK TERGANTIKAN

Izinkan aku…
untuk selalu menyayangimu
sepanjang usiaku,
melindungimu dengan segenap
jiwa dan ragaku,
menjadikanmu nyawa
dalam tubuhku,
detak dalam jantungku,
hembusan dalam nafasku.

Izinkanlah aku untuk terakhir kalinya
memuliakanmu di akhir sisa hidupku,
sekuat yang aku mampu.

Kamulah perempuan keindahan
yang tak tergantikan.

Terali Besi Tua
“Ada Cinta Sejati dibalik Terali Besi”
08 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)

PAK TUA

Lemah tubuhmu dimakan usia,
gerakanmu tak lagi lincah seperti dulu,
engkau melambat dan merapuh.
Beban hidup yang kau jalani,
seharusnya tak perlu kau tambah
dengan kenikmatan semu itu.

Kau pasti mananggung sesal kini,
karena terhukum dan kehilangan harga diri.
Aku sejujurnya iba padamu,
iba atas nasib orang2 sepertimu.
Engkau mencoba tegar dibalik getar kakimu,
kau berusaha untuk tetap terjaga
meski kedua matamu telah layu. 

Pak Tua…
Tempatmu bukanlah di sarang ini,
Bukan pula di bilik knikmatan
yang menjadikanmu pesakitan.
Engkau harus nyaman di Rumah Tuhan.  

Terali Besi Tua
“Human Interest”
09 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
TERPENJARA DUSTA

Aku kini larut dalam iklim penjara,
menjadi bagian sejarah di dalamnya.
Menemani beragam gelisah,
dan harapan-harapan bias masa depan.

Aku menikmati kehidupan bui,
tanpa tangis dan sesal lagi.
Kendati hati masih meragu atas takdirmu,
ku mencoba tegar di atas bara api kedustaan
yang kau semburkan kedalam jiwaku.

Aku terpenjara dusta,
manusia-maanusia tak berkepala.
Aku meringis pilu
dalam cengkram penguasa jahanam.

Terali Besi Tua
“Human Interest”
10 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)


TAKUT MENCINTAIMU

Aku tak pernah mengundangmu
hadir dalam relung jiwa,
tak pernah ku berharap
bertemu denganmu sedikitpun.

Kecantikanmu hadir begitu saja,
memaksa hati tuk mencinta,
memaksa rasa tuk saling berbagi.
Meski kau tak meminta itu,
karena ku tahu…
kau bukanlah bunga yang mudah gugur dan layu.
Kau simbol keabadian cinta para pemuja keindahan,
engkau kilau cahaya dan teristimewa.   

Dalam lubuk hati terdalam ku harus jujur,
aku gelisah mencintaimu,
karena kasih ini adalah…
rasa yang tepat di waktu yang salah.
Aku takut tuk berbagi hati dan menyakiti.

Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
14 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)


                        PUISIKU KAMU

                        Saatku terjatuh…
                        Ku selalu mengingatmu terus dan terus.
            membayangkanmu hadir setia mendampingku,
mewarnai hidup ini dalam lelap dan terjagaku,
kau cahaya di atas cahaya.

Saatku terjebak dalam pengap dan keputusasaan,
Kau berikan aku berjuta harapan kemuliaan.
Dikala hati tak riang lagi, terbelenggu terali besi,
kau selalu hadir dalam ruang imajinasi
dan menginspirasi.
Lekat dalam ingatan, erat dalam genggaman
engkau tak mungkin tergantikan.

Aku kini mendambamu dan akan selalu begitu
dalam hidup dan matiku.
Kerlip Bintangpun tahu aku merindu,
Rembulanpun turut kasmaran atas perasaan,
dan gerimis hujan menjadi saksi atas kesungguhan hati,
aku selalu merindukanmu…Cinta.

Hingga tiba lelahku, akan terus ku tulis untukmu,
tulisan-tulisan indahku yang seperti dulu,
pernah warnai dunia
puisi indahku hanya untukmu…
karena puisiku adalah kamu.

Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
14 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)


MATAMU

                        Indah nian matamu…
                        bening
                        teduh
                        menginspirasi
menentramkan.

Cahya matamu
adalah matahari kehidupan, pelita dalam kegelapan,
yang menuntunku tuk terus bertahan.
Indah tatapmu adalah rembulan malam dalam temaram.

Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
14 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)

SUBUH

Adzan Subuh berkumandang,
Tuhan mnyeru bersahutan,
dan alam rayapun bertakbir riuh.

Kembali menyusuri garisan tangan,
menapaki jalan takdir,
menyambut harapan di sudut-sudut gelap penjara,
rintik hujan, dan bening embun di ujung ranting...
Aku msih terus mencari kepingan2 hati yg terpendar
sejak sepertiga malam tadi.

Terali Besi Tua
“Ada Cinta Sejati dibalik Terali Besi”
09 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
                       


                        SENYUMANMU

                        Hadirmu tak pernah kuduga,
                        Kau datang dan tersenyum
bersama cerah mentari siang ini.
Riang sikapmu membius tatap pandang
setiap lelaki di Rumah Tuhan. 
Kamu Perempuan berkerudung biru,
menggoda imanku juga mereka
yang kini haus akan belaian dan kecupan.

Perempuan berseragam biru,
senyumanmu ku suka itu,
kaulah serpihan dari kesmpurnaan
dan kebahagian yang kini hilang.

Jangan pernah ada angkuh
dalam sikapmu cantik…
karena itu melukai setiap lelaki
yang mengagumimu,  
sungguh…
                                   
            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
16 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)







MEMBUNUH WAKTU

Lelahku menghitung hari,
Jemari tak lagi mampu menari 
berhitung atas rangkaian hari-hari sepi.

Mata dan telinga ini telah jengah rupanya,
bahkan sekujur tubuh ini
tak lagi mau berkompromi,
lunglai diterpa keegamangan.
Aku memang bosan bergelut dg kalut penjara
Membunuh waktu dengan beragam cara.

           
            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
16 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)


DELAPAN PURNAMA

Delapan purnama akn kulalui
dg rasa cinta dan benci.
Keduanya menjadikan dunia ini
bih hdup dan brapi2.
Bahkan bumi dan langit pun mjdi abadi
Krena keduanya brjlan beriringan
meski tak mungkin brsatu.

Cinta dan kebencian hanyalah perasaan,
ia datang dan pergi sesuka hati.
Aku adalah api kemarahan atas dusta2 Pnguasa,
sekaligus embun penyejuk atasmu
yg mncukupknku dg klmbutan.
Namun, Luka ini sulit terobati
karenanya kini aku terus mbnci.

            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)









PUNCAK KESADARAN

Membunuh perasaan yg telah tumbuh
dan mngkar buknlah hal mudah.
Membuang rasa suka atasmu
yg mewakili masa silamku
bukan pula hal yg gampang.
Kalaupun kulakukan tuk melupakan
semua yg telah tumbuh dan mnyatu dlm bathin,
aku pasti dlm ktidaksdran.

Menyayangimu adalah puncak ksadaranku sbg mnusia...
Bidadari Syurga dlm Remang Rembulan Malam,
Cintaku kini tak lagi disimpang Jalan !

            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)



PERGILAH

Dan ketika perasaan terabaikan,
 jgn kau salhkan hadirnya cahya baru
yg lbih kmilau dan menyejukkan
aku yg kini tngah glisah.
Meski kusdari hadirmu dulu
menyempurnakan SGLA ktrbtasan.
Engkau tak pandai menimbang rasa,
kau cmpakkan aku yg tengah terpuruk
dlm belantra kesunyian...

kau tak ckap membaca isyarat
gelisahku malam ini.
Pergilah menjauh dari pikiranku.
Bumi kini terlanjur mebnci,
Krena hadirmu bukn lgi air pnyejuk
pnghpus luka dan dahaga...
Jeruji Besi mjd tman sejati,
iapun tahu hatiku tercabik smbilu,
luka mnganga.

            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)



DERITA

Sempurna sdah penderitaan...
biarknlah aku selmanya dlm kesndirian,
Aku kcewa pdamu mlam ini...

Hati ini Sulit terobati atas sikapmu padaku.
Kau tak lbih baik dri mwar brduri
di tengah Blukar yg ku petik pagi tadi !

            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)


KECEWA

Esok pagi, sore nanti,
hingga waktu yg tak mampu ku hitung lagi...
kau tak perlu brbasa basi lagi padaku...
dan aku pun tak hrus mengingatmu
dg spnuh hati...tidak.

Aku kan mencari jalanku sndiri
dan kau pun pergilah kmnapun engkau mau.
Dalam suluh amarahku mlam ini,
aku menuai kcewa atasmu.
Aku tak perlu lagi brhrap bayak tentangmu,
pergilah dan lupakan semua
ttg hrapan serta kemuliaan di masa depan.
Aku kcewa atas sikapmu.

            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)
















DASAR PEREMPUAN

Hawa...
kalian sulit aku pahami dg logika,
hatipun tak cukup ruang utk memahamimu
karena kau tentu tak mau dimadu.

Sesak dada ini mngikuti
ritme yg sulit kuterka,
pupus harapan atas kedunguan yg kau lakukan.

Takdirmu memang tidak tegak lurus,
karena tulang rusuk Adam mjd awal
atas pnciptaanmu.
Rusuk itu dkt dg hati, dkat pula dg lengan,
tulang rusuk buknlah tulng punggung,
itu yg ku phami tentangmu.

Aku memanjaknmu semampuku,
kau balas dengan ktidakacuhan dan kebebalan,
dasar kau memang Perempuan !

            Terali Besi Tua
“Simponi Hati Terali Besi”
17 Januari 2020
Karya Sang Gembala (RM)